Kamis, 03 April 2014

Unique Facts About INDONESIA! ^^

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjS4PkzdNhIlCgAKDukKKWW3N7tBdA7qrPra-5rrrBNVxE1-iytQrhZh4stHrFAYHXJBzZ7W22YAixiSiNDbM1LNltSPmoAF2r_SJGgooatLLgzpItprH1bdOZ_x5Uv2I9k_tJswJ_gpzw/s400/A5lIAiBCMAAm3Vb+(1).jpg






 Read this! And you'll visit Indonesia soon! Just translate this post to your language! ^^ Happy reading!

1. Republik Indonesia adalah Negara pertama yang lahir sesudah berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945. RI merupakan Negara ke 70 tertua di dunia.


2. Di Singapura, gamelan menjadi mata pelajaran wajib di sekolah dasar pada hampir sebagian wilayahnya.

3. Mobil terpopuler di Uni Emirat Arab adalah Toyota Kijang Innova yang sepenuhnya diproduksi di Indonesia.

4. Tahun 2002, dalam Special Edition TIME magazine on Asian Heroes, penyanyi Iwan Fals menjadi cover fullpage. Begitu juga dengan Aa Gym di tahun 2006 (The Holy Quran).

5. Indofood merupakan produsen mie instan terbesar di dunia.

6. Motor GP, Produsen Honda menggunakan jargon ”One Heart” (Honda Indonesia) yang terpasang di motor balapnya, Yamaha juga membubuhi jargon ”Semakin di Depan” di baju balapnya. Walaupun motor Jepang, tapi semua produksinya dilakukan di Indonesia.

7. Sepatu Adidas bekerja sama dengan salah satu perusahaan sepatu Indonesia dan merupakan satu-satunya perusahaan sepatu yang dipercaya oleh Adidas untuk memproduksi Football Shoes di seluruh dunia
.
8. Jersey dan Jaket Official Manchester United adalah buatan Indonesia.

9. Penyebutan angka 1-9 dalam huruf Bahasa Indonesia mengandung misteri. Jika kita menjumlahkan dua angka yang huruf awalannya sama, maka hasilnya selalu sepuluh.
Berawalan S -> Satu + Sembilan = Sepuluh
Berawalan D -> Dua + Delapan = Sepuluh
Berawalan T -> Tiga + Tujuh = Sepuluh
Berawalan E -> Empat + Enam = Sepuluh
Bahkan Lima + Lima = Sepuluh

10. Indonesia merupakan satu-satunya negara yang pernah keluar dari PBB. Bergabung pertama kali tahun 1950 sebagai anggota ke-60 PBB, kemudian Indonesia menarik keanggotaannya pada tahun 1965. Soekarno, presiden Indonesia saat itu sangat berang dengan keputusan PBB mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Lalu kemudian Soekarno mendirikan Conefo (Konferensi Negara-Negara Kekuatan Baru) sebagai tandingan PBB. Sebelum keluar dari PBB, Soekarno sempat menyampaikan pidato dengan berapi-api di Sidang Umum PBB yang isinya meminta agar badan dunia tersebut dipindahkan markas besarnya ke luar Amerika Serikat. Bukan hanya pidatonya saja yang berhasil mendapat berkali-kali tepukan tangan, namun Soekarno juga sukses menyelenggarakan Ganefo (tandingan Olimpiade versi Conefo) yang diikuti 2.250 atlet dari 48 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing. Saat-saat itulah terakhir kali Indonesia memiliki pemimpin superpower dan menjadi salah satu negara yang paling disegani di seluruh dunia.

11. Indonesia termasuk negara yang kaya dengan dunia mistis alias gaib, termasuk soal ramal-meramal. Salah satunya tercatat nama Prabu Jayabaya, yang memerintah Kerajaan Kediri sekitar tahun 400-an Masehi. Dari sekian banyak ramalannya, yang sangat tersohor adalah ramalan tentang siapa orang yang akan memimpin Indonesia (baca: Presiden Indonesia).
Salah satu ramalan Jayabaya yang tak kalah terkenalnya pula adalah 2 huruf akhir/sebagian kata nama pemimpin Indonesia yang dirangkum dalam sebuah kata NOTONOGORO. Dan hal itu sudah pula terbukti dengan 3 periode masa pemerintahan presiden Indonesia, yaitu: SoekarNO, SoeharTO, Susilo Bambang YudhoyoNO. Bagaimana dengan BJ Habibie, Megawati dan Gus Dur/Abdurahman Wahid??
3 Presiden itu tidak dihitung karena tidak memerintah selama 1 masa pemerintahan penuh. Konon katanya seorang presiden yang akan menjadikan Indonesia makmur dan sejahtera, dipandang dunia dan dihormati adalah seorang presiden dengan huruf akhir “GO”. Siapakah dia?

12. Bagi penggemar olahraga sepeda tentu tak asing dengan merek yang satu ini. Adalah PT Insera Sena produsen sepeda Polygon yang berdiri sejak 1989 di Sidoarjo, Jawa Timur merupakan pembuat dan perakit sepeda untuk pasar luar negeri. Pada tahun 1991, Insera mulai memproduksi sepeda bermerek Polygon dan sepuluh tahun kemudian mengekspor produknya tersebut ke Singapura, Malaysia. Lalu dua tahun terakhir, mulai menjelajah ke Australia. Dari seluruh unit sepeda yang di produksi, 30% menggunakan merek Polygon. 20%-nya untuk pasar lokal, sedangkan 10% nya untuk ekspor ke luar negeri, terutama untuk sepeda jenis Mountain Bike Cosmic dan Colossus.
Nah, pada belum tau kan itu semua?? Makanya, banggalah jadi WNI. Sebenarnya, masih banyak lagi, tinggal kalian lihat sekitar aja, apakah kalian dapat menemukan hal lain yang tidak kalah menarik??

Sumber :
iniunik.web.id
terselubung.blogspoy.com
zulkifli19.wordpress.com

What do you think? Wabt to visit Indonesia? Just come! ^^

Rabu, 02 April 2014

It's Me (The Second FanFiction)


IT’S ME
Author             : REE ATF
Theme             : Love, Friendship, Reach Dream
Cast                 : Sehun EXO-K
                          Baek Soo Jin
                          Luhan EXO-M
Lenght             : One Shot

Annyeong! Ini adalah FF keduaku! Inspirasinya aku dapetin saat aku denger lagu It’s Me yang dinyanyiin sama Luna Ft. Sunny. Ada beberapa lirik versi B.Inggrinya yang aku cantumin di cerita. Semoga kalian senang dengan ceritanya. ^.^

Happy Reading! ^.^

I love you, I love you, I love you
Even if I say it a thousand times, it’s not enough

               Gadis yang ditemani headphone di kedua telinganya itu tengah mengayuh pedal sepeda dengan bersemangat. Udara pagi yang menyegarkan menambah suasana damai yang dicerminkan oleh tembusan-tembusan cahaya matahari pagi yang  menerobos celah-celah dedaunan pohon di sepanjang jalan menuju sekolahnya.
            Rambut sepunggungnya yang ia ikat menjadi satu berwarna kecoklatan itu bergoyang-goyang mengikuti gerakan tubuhnya. Rambutnya yang bergelombang ditemani poni yang menutupi keningnya mencerminkan dirinya yang selalu bersemangat.
            Dengan senyuman merekah matanya berputar ke segala arah memandang pemandangan di jalanan. Terkadang ia menyapa seseorang yang ia kenal. Ia sengaja mengayuh sepedanya dengan santai karena ia ingin menikmati suasana pagi itu yang begitu hangat baginya.
            “Mwo? Waeyo?”  Bisiknya saat melihat seorang lelaki sebayanya menggunakan seragam yang sama dengannya  berjalan terpincang-pincang. Tangan kanannya menyentuh kaki kanannya yang tampak menyakitkan dan terlihat begitu lemah membuat langkahnya timpang.
            Dengan mulut yang masih menganga dan mata yang memandang curiga ke lelaki di hadapannya ia mulai melambatkan laju sepedanya sampai nyaris terhenti. Tanpa ia sangka sesaat ia telah melaju sejajar dengan lelaki itu, lelaki itu menatapnya dengan tatapan dingin nan tajam. Sudut bibirnya dibalut plester. Dan sudut matanya terlihat keunguan. Tatapannya menjelaskan segalanya. Tatapan gusar yang mengharuskannya mengayuh sepeda dengan kencang  untuk meninggalkan lelaki itu sendiri.
            “Annyeong!” Dengan gugup ia menyapa lelaki dihadapannya dengan tawa kecutnya
 sesaat saat ia mengerling ke arah papan nama yang tergantung di seragam lelaki itu. Hanya diberi jawaban sebuah tatapan dingin yang membuatnya merasa kalap, ia segera mengayuh sepedanya meninggalkan lelaki yang bertingkah aneh itu.
***
I miss you, I miss you
Each moment that I miss you, I miss you more

            Sesampainya di ruang kelas ia masih menyelipkan headphone merah mudanya di antara kedua telinganya. Sambil bernyanyi-nyanyi ringan ia kembali mengingat lelaki itu yang terlihat begitu gusar dan geram saat ia menatapnya. “Oh Sehun, kelas berapa dia?” Bisiknya pelan mengalihkan pandangan ke luar jendela tepat di sampingnya.
            “Mwo?!” Pekiknya geram dengan kening berkerut segera melepaskan headphonenya. Matanya masih tertuju pada sekelompok kakak kelas yang berjumlah lima orang yang tengah mengelilingi seorang lelaki dengan postur tubuh yang tak asing baginya. Semuanya terlihat begitu garang dan membentak sambil mendorong tubuh lelaki itu. “Sehun?! Mengapa kau diam saja?!” Desisnya merah padam dengan kedua tangan yang mengepal kemerahan.
            Dengan geram ia mengangkat tubuhnya dan segera berlari kecil menuju pintu ruang kelas. Tepat saat guru matematikanya memasuki ruang kelas menatap dengan kebingungan langkah tak tahu malu siswinya saat melewati dirinya seolah tak ada siapapun saat itu. “Baek Soo Jin! Kau mau pergi kemana?!” Pekik wanita paruh baya itu dengan sepasang alis yang terangkat.  Namun seolah tak mendengarnya Soo Jin segera berbelok menuruni tangga menuju lantai satu.
            “Ya!” Pekik Soo Jin sesampainya di luar gedung dengan geram mengangkat sedikit wajahnya menatap tajam kakak kelas di hadapannya. Sehun hanya mengendus kesal memalingkan wajahnya sembari mendelik ke arah Soo Jin yang tengah menatap tajam ke arah kakak kelasnya sambil menyilangkan kedua tangannya.
            “Mwo??” Cibir kakak kelas itu menyilangkajn kedua tangannya sambil membungkukkan punggungnya mendekatkan wajahnya ke wajah Soo Jin. Membuat Soo Jin menahan napasnya sejenak lalu menelan ludahnya merasakan mata kakak kelasnya yang terasa begitu dekat. Lalu kakak kelas di hadapannya mengangkat tubuhnya sembari terkekeh puas bersama keempat temannya yang menatap dengan tatapan mencibir ke  arah Soo Jin.
            Soo Jin yang menggertakkan gigi-giginya dengan kesal segera menendang keras kaki kakak kelas di hadapannya sambil menggeram kecil. “Ya! Gadis kasar!” Ia menyentuh kakinya dengan mata menyipit menahan sakit. “Pukul dia!” Ia memekik.
            Soo Jin membulatkan matanya dengan mulut menganga. Salah tingkah dengan kebingungannya ia menatap Sehun yang tengah menatapnya tajam. Sehun hanya menggeleng-geleng kecil lalu mendelik. ‘Aku bermaksud menolongmu, bodoh!’ Jeritnya dalam hati menggigit bawah bibirnya mengalihkan pandangan dari Sehun.
            Namun saat ia berpaling salah satu kakak kelas sudah sangat dekat dengannya. Ia menutupi kedua matanya dengan telapak tangan kirinya. Lalu dengan telapak tangan kanannya yang ia kepalkan ia menghantam keras pipi seseorang di hadapannya sambil  berteriak lalu ia memberi celah kecil pada jari-jari kirinya saat terdengar bunyi ‘brukk’ keras menghantam tanah.
            Ia membuka matanya dengan seutuhnya. Lalu menatap kakak kelas yang terkena hantaman kepalan tangannya yang tengah terkapar di tanah dengan ketiga teman lain yang berusah menolongnya tak mempedulikan keberadaan Soo Jin yang masih mematung. Tanpa banyak pikir ia segera menghampiri Sehun dengansetengah berlari lalu menarik lengan Sehun menuju gedung sekolah.
            “Lepaskan!” Sehun memekik menghempaskan tangannya dengan kasar sesampainya di beranda gedung. Hingga hempasan kasar tangannya itu membuat langkah Soo Jin terhenti dan segera menatap Sehun. “Ah, iya aku lupa. Aku terlalu cemas,” Soo Jin menggaruk-garuk lehernya pelan menahan kegugupannya.
          “Siapa kau? Apa urusanmu ikut campur masalahku? Hah?!” Sentak Sehun ketus dengan merah padam. “Aku? Aku Baek Soo Jin dari kelas 2-6! Senang berkenalan denganmu.” Soo Jin mengulurkan tangannya sambil menyeringai. Namun ia segera menarik kembali lengannya menyadari suasana buruk karena Sehun masih menajamkan tatapan ke arahnya.
            “Aku tak bertanya soal itu karena aku tak peduli! Yang kutanyakan apa hakmu mencampuri urusanku?! Aku tak menyukai hal itu! Karena aku tak suka orang sok penyelamat sepertimu yang mencampuri urusan orang lain tanpa mengerti apa masalahnya!” Sehun dengan panjang lebar mengatakannya dengan ketus tanpa memberi jeda pada Soo Jin untuk berinterupsi. Tatapannya yang bagai pedang itu membuat Soo Jin merasa terusik dan menegang.
            “A, aku kasihan padamu karena kau hanya diam saat kau dibentak-bentak oleh mereka semua.” Soo Jin menundukkan kepalanya dengan tangan bergetar.
            “Aku tak suka dikasihani! Karena aku bukan seorang pengemis! Dasar tukang ikut campur!” Bentaknya berang dengan merah padam merasa tersinggung lalu mendelik ke arah Soo Jin dan segera meninggalkannya dengan endusan napas yang kasar.
            Soo Jin memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya menatap kepergian Sehun yang tengah menaiki tangga menuju lantai dua dengan hentakkan kaki kasar namun masih dengan kaki kanan yang terantuk-antuk.
***
It’s me who only knows you 
The person who will only love you is me
It’s because meeting you was like a miracle to me
            “Sehun!” Panggilnya menghampiri Sehun yang tengah duduk seorang diri. Tanpa seizin lelaki itu, Soo Jin menjatuhkan tubuhnya di kursi yang berada di hadapan Sehun lalu meletakkan makan siangnya. “Annyeong!” Soo Jin menyapanya riang menatap Sehun yang tengah melahap makanannya.
            Tawa Soo Jin berubah menjadi sunggingan kebingungan saat ia menatap Sehun yang seolah tak mendengar apapun. Ia tak mengerlingkan sedikitpun matanya untuk menatap kedatangan Soo Jin yang datang begitu saja dengan sapaannya. “Sehun, apakah aku boleh duduk di sini?” Soo Jin menatap kembali Sehun dengan tatapan harapnya. Namun seperti sebelumnya, Sehun hanya terdiam seolah tak menyadari apapun.
            “Ehem!” Soo Jin berdeham kecil berusaha menarik perhatian lelaki di hadapannya yang masih belum mengerling ke arahnya. Soo Jin mengerucutkan bibirnya. Lalu mendekatkan wajahnya menatap mata Sehun yang tengah menunduk terfokus pada makanannya.
            “Uhuk!” Sehun terbatuk kecil saat menatap mata Soo Jin yang begitu dekat. “Aigoo! Ini!” Soo Jin menyodorkan air mineral miliknya. Namun sodorannya tak Sehun hiraukan. Sehun segera meraih air mineral di sampingnya lalu meminumnya.
            Tanpa basa-basi, ia menarik tubuhnya dari atas kursi membuat mata Soo Jin
 mengikuti pergerakkan tubuhnya. Hingga membuat kepalanya terangkat saat Sehun telah mematung dengan tegak. “Kau mau kemana?” Soo Jin menatap Sehun yang tengah memutar tutup botol air mineralnya. Lalu Sehun menatap tajam Soo Jin yang kembali menatapnya dengan tatapan yang membuat Soo Jin merasa terusik.

            “Mwo? Mengapa kau selalu menatapku seperti itu?” Soo Jin mengernyitkan keningnya. “Kau menghilangkan nafsu makanku.” Dengan delikkan mata sebagai penutup kata-katanya ia segera meninggalkan Soo Jin yang masih menganga dengan hati mencelos.
            “Aku bermaksud menemanimu Sehun!” Pekik Soo Jin mengangkat tubuhnya menatap punggung Sehun yang menjauh. Dengan kecewa ia mendudukkan kembali tubuhnya di atas kursinya. “Ah, babo!” Ia memukuli kepalanya pelan.
***
My heart is speaking, it’s saying that it’s only you
I love you, I love you alone, that’s me          

Beberapa hari selanjutnya, Soo Jin masih memperhatikkan tingkah Sehun yang terlihat selalu tak aman karena ancaman kakak-kakak kelasnya yang saat itu mengganggunya. Soo Jin benar-benar ingin mengetahui masalah yang tengah menimpanya. Namun ia harus bertanya pada siapa? Tak ada seorangpun yang terlihat selalu berada di samping Sehun. Ia mengenduskan napasnya dengan kesal. Memandang kosong ke arah papan tulis kelasnya.
            Keributan kelasnya benar-benar membuat kepala Soo Jin hampir pecah. Guru yang seharusnya datang ke kelasnya tak datang ke kelas. Memberikan tugas sebagai bentuk tanggung jawabnya pun tidak. Dengan hentakkan keras ia memukul meja dengan kedua telapak tangan sambil menaikkan tubuhnya. “Kalian sangat berisik!” Pekiknya melangkah dengan merah padam menuju pintu kelas saat semua teman kelasnya menatap ke arahnya.
            Ia segera meninggalkan ruang kelasnya. Namun selangkah ia melangkahkan kaki dari ruang kelasnya lalu menutup pintunya, kegaduhan menjalar kembali di telinganya. Ia mengendus kesal menatap tajam pintu kelasnya. “Kalian menyebalkan!”
            Tanpa ia ketahui kemana tujuannya ia melenggang di koridor sekolah dengan gontai. Hingga akhirnya ia tiba di majalah dinding yang berada di ujung koridor. Ia membaca potongan koran yang menjadi rubrik dari salah satu media cetak terkemuka di Korea.
            “Pembalap dari SMU Seoul dipertimbangkan menuju nasional.” Bisiknya pelan membaca rangakaian kata-kata berwarna hitam bercetak besar. “Hmm,” gumamnya menatap foto yang berisi dua orang pelajar yang memakai helm tengah menaiki motor balapnya.
            “Aku baru tahu di sekolah ini ada atlet nasional,” komentarnya dengan pandangannya yang teralihkan pada bayangan tinggi yang hinggap di matanya. Tubuh itu nampak keluar dari pintu  ruang kelas 2-3. Tubuh bercelana itu tengah mengangkat belasan kamus besar yang nyaris melebihi tinggi badannya sehingga menutupi wajahnya.
            Soo Jin yang melihat pemandangan itu segera menghampiri tubuh kesusahan itu. “Kau perlu bantuanku?” Soo Jin menawarkan bantuannya sesampainya ia berada di hadapan lelaki itu. “Tidak perlu,” suara dingin yang tak asing baginya kembali merayap di telinga Soo Jin.
            “Sehun ssi!” Soo Jin mensejajarkan tubuhnya dengan lelaki itu sembari mengintip wajah yang hanya terlihat setengahnya. “Ah ternyata benar!” Gumam Soo Jin kegirangan menatap lelaki di sampingnya. “Sini biar aku bantu. Beri aku sebagian buku di tanganmu.” Ia menyeringai menjulurkan tangannya.
            “Tak usah aku tak perlu bantuanmu.” Sahutnya dingin dengan kata-kata yang menusuk kerongkongan Soo Jin. “Ah, tak usah sungkan!” Soo Jin seolah mencairkan suasana dengan suara cerianya.
            “Apa kau tak mengerti?! Aku tak perlu bantuanmu!” Pekik Sehun memalingkan sedikit wajahnya sambil menghentikan langkahnya. Memberikan sedikit waktu untuk dirinya sendiri untuk menatap Soo Jin dengan tatapan seperti biasanya.
            “B, baiklah. Tapi, apakah kau yakin?” Dengan ragu Soo Jin kembali membuka mulutnya. Sambil menggaruk-garuk lehernya yang tak terasa gatal.
            “Ne! Harus kukatakkan berapa kali?!” Sehun meninggalkan Soo Jin kembali ditutup dengan delikkan matanya. “Ah, ne.” Sahut Soo Jin tersenyum kecut segera membalikkan tubuhnya melangkahkan kaki dengan berat hati tak diberi kesempatan untuk membantu Sehun. Ia memutar matanya dengan langkah malas kembali menuju kelasnya. Namun tiba-tiba..
            BRUUKK!
            Suara yang menggambarkan jatuhnya benda berat membuat Soo Jin mengurungkan niatnya untuk melangkah kembali menuju kelasnya. Ia segera berlari menuju sumber suara dengan tergesa. Ia menuju tangga di depan majalah dinding yang menghubungkan lantai dua dengan lantai satu.
            “Sehun ssi!” Pekik Soo Jin berlari menghampiri tubuh yang terjerembab di antara belasan kamus tebal di atas anak tangga. “Gwaenchana??” Soo Jin berjongkok di samping Sehun. Ia segera memindahkan buku-buku tebal bersampul biru bertuliskan Korean-English dari tubuh Sehun.
            “Ah, ne.” Sehun mendudukkan tubuhnya di anak tangga dengan susah payah sambil menyentuh pangkal paha kirinya. “Ah, apayo.” Sehun mengerutkan keningnya sambil mengelus-ngelus pangkal paha kirinya. “Ah! Jinjja?! Lalu bagaimana dengan kaki kananmu? Apakah sudah sembuh?!” Soo Jin memandang ke arah Sehun dengan mata membulat.
            “Ne, kaki kananku sudah sembuh. Tapi pangkal kakiku sakit gara-gara hal ini.” Sahutnya masih mengerang kecil dengan nada suara yang tak seperti biasanya.
            “Kau ini keras kepala! Harusnya kau menerima saja tawaranku tadi!”  Gumam Soo Jin sambil memunguti buku yang berserakkan yang berada di sekitarnya.
            “Ah, ne. Mianhae,” ucap Sehun menundukkan kepalanya sekejap lalu kembali mengangkat wajahnya. Soo Jin menatapnya dengan tatapan kalap dan mulut menganga.
            “Ah tidak apa-apa, aku sudah biasa tidak kau hiraukan!” Soo Jin tertawa sembari menepuk pundak Sehun pelan.
            Sehun terdiam sejenak lalu kembali memandangnya tajam dengan nada suara kembali seperti biasanya. “Maksudmu?” Soo Jin menatapnya dengan mata bulat lalu menggeleng kencang. “A, ani.” Soo Jin lalu menumpuk beberapa buku di tangannya.
            “Nah, kau bawa ini.” Soo Jin menyodorkan lima buku ke tangan Sehun. “Aku sisanya.” Soo Jin segera bangkit lalu memunguti buku lain yang berserakkan di tempat lain. Sehun menatapnya dengan seksama dengan tatapan lain yang ia miliki. Lalu ia menggeleng kecil dengan merona. “Apa yang kupikirkan?!” Ia memukul kepalanya pelan.
            “Kajja,” Soo Jin menyeringai segera menuruni tangga. “Pandanganmu tak akan terhalang lagikan?” Soo Jin menyeringai ke arah Sehun. Lalu Sehun mengangguk. “Ayo, kita harus mengembalikkan semua ini ke perpustakaankan?” Sehun kembali menganggukkan kepalanya membenarkan pertanyaan Soo Jin.
            Setelah turun dari tangga Sehun meraih dua buku dari tangan Soo Jin. “Kau bawa empat buah buku saja.” Sehun kembali mengalihkan pandangannya. Lalu dengan keraguannya ia membuka mulutnya. “Gomawo, Baek Soo Jin dari kelas 2-6.” Gumamnya tanpa memberi sedikitpun tatapan ke arah gadis di sampingnya.
Lalu Soo Jin menyeringai menampakkan rangkaian gigi-giginya. “Cheonmaneyo Oh Sehun dari kelas 2-3.” Soo Jin tertawa membuat Sehun menyeringai kecil. Kini mereka melenggang santai sambil berbincang ringan menuju perpustakaan.
***
I draw out your face – will I see you in my dreams when I’m asleep?
If I want you and want you and want you, will you know how I feel someday?

            Soo Jin menghampiri pintu kaca kamarnya yang menghubungkan kamar dengan balkon kamarnya. Ia memutar kenop pintu dan merasakan angin pagi yang menusuk kulitnya namun sekaligus menyegarkan saat pintu kamarnya telah terbuka. Ia lalu menggeliat kecil sambil menguap menghasilkan bulir air mata di sudut matanya.
            Ia memandangi jalanan Minggu pagi di bawah balkonnya sambil bersender ke pagar penghalang yang mengkilat di hadapannya. Matanya tiba-tiba menangkap seseorang yang tak asing baginya. Ia lalu mengucek matanya kembali menatap tubuh yang berbalut sweater abu-abu dengan kantung yang menutupi kepalanya yang tengah berlari santai menyusuri jalanan di depan rumahnya.
            Senyuman terkembang di bibirnya. Ia lalu membalikkan tubuhnya segera masuk ke dalam kamarnya. Ia segera meraih jaketnya lalu menyisir rambutnya dengan cepat dan segera mengikatnya. Dengan tergesa ia menggunakan sepatu olahraganya dan mengenakan jaketnya.
          Dengan langkah penuh hentakkan semangat ia menuruni tangga menuju lantai satu. “Segera sarapan  Soo Jin!” Teraik ibunya dari dapur saat melihat bayangan sekilas Soo Jin yang menuruni tangga.
            “Nanti saja Eomma! Aku mau lari pagi dulu!” Balas Soo Jin segera menutup pintu rumahnya berlari menuju sosok ber-sweater abu-abu yang berada jauh di hadapannya. Dengan senyumannya dan langkah cepatnya ia dengan tergesa mengejar lari lelaki yang kini sudah berada semakin dekat dengan posisinya.
            “Sehun ssi!” Sapanya dengan senyuman menatap sosok dengan wajah yang tertutupi kupluk dari sweaternya. Ia mengernyit, dan kembali menyapanya dengan sedikit nyaring. Namun belum ada tanggapan dari lelaki yang sedari tadi tak menghiraukannya dengan terus berlari membuat Soo Jin merasa sesak mengejar langkah lebarnya.
            Dengan sedikit kesal ia mendorong pundak Sehun sambil meneriakkan namanya lebih nyaring lagi. “Ah, mwo?!” Pekik lelaki itu terdengar kalap menghentikan langkahnya sambil menarik kupluk yang sedari tadi menutupi wajahnya. Soo Jin lalu juga menghentikan larinya sambil menghentak tanah dengan cukup keras.
            “Ah, kau mengagetkanku saja, Soo Jin ssi.” Tawa Sehun sambil melepaskan earphonenya. Lalu menatap Soo Jin dengan tatapan yang berbeda dari biasanya.
            “Jadi dari tadi kau mendengarkan musik, ya?” Tanya Soo Jin muram menyilangkan kedua lengannya menatap Sehun yang lebih tinggi darinya.
            “Ah, ne. Mianhae, memangnya kau memanggilku dari tadi?” Sehun beratanya masih dengan sunggingan yang ditemani kedua lesung pipinya. Ia menggaruk-garuk belakang kepalannya pelan walaupun tak terasa gatal sambil menaikkan sepasang alisnya.
            “Hu-uh,” Soo Jin mengangguk mengerucutkan bibirnya. “Oh iya, boleh aku ikut jogging bersamamu?” Soo Jin mengalihkan pembicaraan lalu mengganti kerucut bibirnya dengan sunggingan ragunya.
            Sehun terdiam sejenak mengalihkan pandangannya. Lalu kembali memandang Soo Jin dan mengangguk mantap. “Kajja.” Sehun mulai berlari santai kembali dengan isyarat tangannya yang mengisyarakat bahwa Soo Jin harus mengikutinya.
            Mata Soo Jin membulat ditemani sunggingan penuh semangatnya. “Oh yeah!” Ia melompat kecil kegirangan di belakang tubuh Sehun. Ia segera mengikuti langkah Sehun yang kini telah melepaskan tudung sweaternya yang menghalangi wajahnyanya yang memiliki bibir tipis dan hidung bangir.
            Sambil tersenyum-senyum kecil ia menatap wajah Sehun beberapa kali. Hingga membuat Sehun merasa terusik menolehkan matanya ke arah Soo Jin dengan tatapan tajamnya. “Waeyo?” Desisnya dengan suara tajam nan dingin.
            Soo Jin menganga merasakan bulu romanya menegak dengan seketika ketika Sehun melakukan kebiasaannya. “Ah, ani.” Ia tertawa kecut sambil menggeleng-geleng meyakinkan Sehun. Membuat Sehun menatap Soo Jin dengan teliti dari ujung kaki sampai kembali ke mata Soo Jin dengan delikkannya. “Gadis aneh.” Ia mengendus dengan kesal mempercepat langkahnya.
            Soo Jin yang merah padam menggertak gigi-giginya. “Ya! Sehun-ah!” Ia mempercepat larinya berusaha menyusul lari Sehun yang berada jauh di depannya.
***
It’s me who only wants you – the person who will only protect you is me
It’s me who is only looking at you by your side, a fool        
            Soo Jin tengah mengayuh sepeda dengan lunglai. Terik matahari membuat keringat membasahi tubuhnya. Berkali-kali ia mengusap keningnya yang dilalui peluhnya. “Ah, aku haus, lapar, lelah, dan kepanasan. Omo!” Soo Jin tiba-tiba memekik dengan paksa  menghentikan sepedanya dengan hentakkan keras saat melewati sudut kecil halaman sebuah rumah kosong. Dengan tergesa-gesa ia menurunkan tubuhnya dari sepedanya.
            “Ya!” Pekik Soo Jin memekakkan telinga membuat lima orang lelaki yang mengerubungi seseorang di antara mereka menjadi kalang kabut dan segera berlari seolah menakuti sesuatu.
            Namun betapa terpekiknya Soo Jin  saat melihat seseorang yang sedari tadi dikerubungi oleh lima kakak kelas yang Soo Jin pernah temui. “Sehun-ah!” Dengan pekikkan keras ia menghampiri Sehun yang terkapar lemah dengan bercak darah di sudut bibirnya yang membuatnya berceceran di seragam putihnya.
            Matanya memejam keras dengan mulut yang mengerang kecil menahan sakit. Tangannya menyentuh perutnya. Seragam di bagian lutut kakinya robek dengan kulit lutut yang terbuka dengan warna merah segar. Pakaiannya kotor oleh noda tanah di jas dan celana seragamnya.
            Soo Jin merasakan bibirnya mulai bergetar hebat. Matanya pun mulai terasa terhalangi oleh genangan air mata yang menghalangi pandangannya sehingga ia terpaksa mengedipkan matanya demi menjelaskan pandangannya membuat genangan itu buyar menjadi bulir air mata.
            “Sehun-ah, sadarlah. Kumohon,” ucapnya bergetar menguncangkan tubuh Sehun yang begitu lemah. “Ada apa ini,” bisik Soo Jin mengusap air matanya dengan paksa. Ia menguatkan tekadnya. Soo Jin mengangkat tubuh lunglai milik lelaki yang terkapar di hadapannya. Dengan langkah berat menopang tubuh Sehun yang ia rangkul, ia menghampiri sepedanya.
            Langkah Sehun yang terantuk-antuk membuat langkah Soo Jin menjadi lambat. Sehun tak mengatakan sepatah katapun. Ia hanya terus mengerang kesakitan dengan tangan bergetar. “Sabarlah, sebentar lagi aku akan mengobati lukamu.” Soo Jin menjatuhkan tubuh Sehun ke dudukkan kecil, tempat untuk membonceng di sepedanya. Ia segera menaikkan tubuhnya dan mengayuh sepeda sekuat dan secepat yang ia dapat lakukan.
            Tiba-tiba baru saja ia beranjak dari tempat tadi, Soo Jin merasakan senderan kepala di punggungnya dan genggaman erat di jas seragamnya. “Sehun-ah, gwaenchana?” Tanyanya sedikit bergetar merasakan tangan Sehun yang mencengkramnya. “Ne,” sahutnya pelan nyaris tak terdengar olehnya.
***
            Soo Jin memerat handuk kecil yang berat dengan air hangat. Lalu ia menempelkannya pelan pada luka di lutut Sehun. Ia melakukannya dengan hati-hati berusaha membuat Sehun tidak  merasa kesakitan.
            Seragam Sehun kini telah diganti dengan pakaian milik kakak Soo Jin yang sedikit kebesaran di tubuh Sehun. Wajah Sehun yang tadi dipenuhi oleh memar dan bercak merah kini berganti dengan tempelan plester.
            Sehun sedari tadi hanya menenangkan dirinya dengan berbaring di ranjang milik Soo Jin. Memejamkan matanya berusaha melupakan semua beban dan tekanan yang menimpanya nyaris setiap hari. Ia tengah memikirkan satu-satunya jalan yang bisa ia lakukan demi melepaskan beban menyakitkan yang menimpanya.
            “Sehun-ah.” Gumam gadis di duduk di atas kursi di samping ranjang yang menjadi tempatnya berbaring. Ia membuka matanya lalu menoleh ke gadis di sampingnya.
            “Waeyo?” Sahutnya masih dengan suara lemahnya.
            “Ini semua sudah beres.” Soo Jin menyeringai menatap lutut Sehun yang sudah dibalut oleh perban. “Ah, gomawo. Jinjja gomawo.” Sehun mengangkat punggungnya yang masih terasa perih oleh hantaman keras batang kayu.
            “Ah, josimhae!” Soo Jin membantunya menegakkan punggungnya.
            “Gwaenchanseumnida.” Sehun menyeringai kecut menahan rasa sakit. “Kalau begitu, aku pulang dulu ya. Gomawo.” Sehun membungkukkan punggungnya pelan lalu mengangkatnya kembali. Dan segera menurunkan kakinya membuat ranjang yang ia naiki berderit.
            “Andwae! Lebih baik kau menginap dulu hingga kau pulih esok hari. Ne?”
            “Piryoeopso. Aku sudah baikkan sekarang.”
            “Andwae! Kau masih mengerang saat kau menaikkan punggungmu. Setidaknya kau tunggu dulu setelah punggung dan kakimu bisa kau gerakkan lebih baik dari sekarang.” Soo Jin menggeleng dengan kening berkerut memaksa Sehun untuk beristirahat terlebih dahulu.
            Berpikir sejenak sambil menimbang-nimbang Sehun menaikkan kembali kakinya. “Oke, karena kau memaksaku.”
            “Aha! Joasseo!” Soo Jin mengangguk sambil menyeringai. Mereka lalu terdiam tanpa dialog. Sehun hanya menatap kosong ke atas langit-langit masih dengan rasa menyesakkan di dadanya memikirkan segala hal yang kini memaksanya untuk mengalah, menghapuskan segala mimpi terbesarnya. Tenggorokkannya pun mulai mengerang menahan tekanan.
            “Sehun-ah, aku ingin bertanya.” Soo Jin memecahkan kekosongan Sehun dengan nada seriusnya. Lalu Sehun menoleh, “hm.” Sahutnya singkat mengizinkan Soo Jin untuk bertanya.
            “Mengapa semua ini bisa menimpamu? Apa urusanmu dengan lelaki yang bernama Lee Young Soo dan teman-temannya?” Tanya Soo Jin menatap Sehun dengan serius. Membuat Sehun kembali bergeming menghembuskan napasnya.
            “Apakah aku harus menceritakannya padamu?”
            “Tentu aja, aku yang selalu memergokimu yang terlibat masalah dengan mereka.”
            Sehun hanya terdiam. Menimbang-nimbang keputusannya. “Aku dengannya adalah saingan untuk mendapatkan satu jalan yang kami inginkan. Satu jalan yang hanya untuk satu orang.” Membuka mulutnya dengan sedikit ragu. “Maksudmu?” Soo Jin mengernyit.
            “Aku dan dia adalah kandidat berat untuk melaju ke pertandingan balap motor senasional. Pemerintah mengharuskan hanya satu di antara aku dan dia yang bisa melaju ke sana sebagai perwakilan provinsi kita.” Sehun menghembuskan napasnya dengan kesal.
            “Lalu? Apa masalahnya dia harus memukulimu?” Sehun mengendus kesal.
            “Apakah kau tak bisa berpikir secara logis sesuai dengan sikap lelaki brengsek itu?! Tentu saja dia ingin menyingkirkanku!” Sehun dengan merah padam memandang tajam ke arah Soo Jin.
            “Oh, iya. Jadi selama ini kau diancam dan dipukuli agar kau mundur?”
            “Ya, kurang lebih seperti itu. Tapi untuk kali ini ia memukuliku habis-habisan agar aku tak dapat mengikuti seleksi utama dua hari yang akan datang.”
            “Mwo?!” Pekik Soo Jin. Ia teringat kembali saat ia tengah membaca judul dari potongan koran kecil yang ia baca di majalah dinding hari itu.
            “Oh, jadi kau dan dia adalah pelajar yang dimaksud koran di majalah dinding itu?”
            “Kau membacanya?” Sehun mengerutkan keningnya. Lalu Soo Jin menggeleng. “Ani, aku hanya membaca judulnya saja.” Mereka terdiam lagi. Sehun hanya menundukkan wajahnya dengan ekspresi wajah kosong.
            “Jadi, apa keputusanmu? Kau akan terus maju, kan?” Soo Jin memecahkan keheningan antara mereka. Membuat Sehun mengangkat wajahnya.
            “Aku tidak tahu. Aku lelah jika aku harus terus seperti ini. Sepertinya aku akan membiarkannya melaju.” Dengan berat hati Sehun mengatakan hal itu.
            “Mwo?! Andwae! Kau harus terus berjuang hingga mendapat kesempatan itu!” Soo Jin mengerutkan keningnya memaksa Sehun.
            Sehun hanya terdiam. Dalam hatinya tentu saja ia ingin terus berjuang hingga ia mendapat kesempatan besar itu. Namun pikirannya berkata lain, ia tak bisa terus terinjak-injak oleh tekanan rivalnya itu.
            “Kau tak bisa mundur Sehun, kau harus menggapai mimpi terbesarmu itu!” Soo Jin kembali membuka mulutnya mengemukakan pendapatnya. Membuat Sehun menoleh.
            “Aku juga tak tahu apa yang harus kulakukan. Tapi apakah kau tahu? Aku juga tak ingin terus terinjak-injak seperti ini.”
            “Mwo?! Justru jika kau menyerahkan mimpimu cuma-cuma itulah yang namanya harga diri yang terinjak-injak! Bukan rendah hati, tapi rendah diri jika kau melakukan itu!”
            “Mwo?! Tahu apa kau ini?! Apakah menurutmu terus diperlakukan seperti ini tidak membuatku lelah? Hah?!” Sehun mulai berang mendengar kata-kata Soo Jin.
            “Jangan bilang aku tak tahu masalahmu hingga aku tak berhak untuk ikut campur. Aku cukup paham bagaimana perjuangan beratmu. Karena diperlakukan seperti ini oleh lelaki licik itu adalah perjuanganmu mempertahankan dan menggapai mimpimu, Sehun. Perjuangan selain kau berlatih keras.” Soo Jin melembutkan suaranya dan menurunkan intonasi suaranya.
            Sehun yang merasa terenyuh hanya terdiam. Menatap Soo Jin dengan tatapan tak berdaya. “Tapi, apakah aku bisa mengikuti seleksi itu dengan keadaan tubuhku yang seperti ini?” Sehun menundukkan kepalanya.
            “Tentu saja kau bisa. Dalam dua hari ini kau akan pulih. Aku yakin, jadi kau bisa mengikuti seleksi itu.” Soo Jin menyeringai sambil menatap Sehun. Tatapan yang membuat Se

hun mengangkat wajahnya.
            “Baiklah aku mengerti.” Sehun menyeringai menatap Soo Jin yang juga menyeringai.
***
            DRRTTT
            Sehun meraih ponselnya yang bergetar ditemani lagu rock sebagai pengiringnya. Ia membaca nama yang muncul di layar ponselnya. “Lee Young Soo? Ada apa dia meneleponku?” Sehun menaikkan alisnya sambil mengangkat teleponnya.
             “Ya! Si Lunglai Sehun! Kau di sana?” Suara cibiran itu diakhiri dengan kekehan kecil diikuti tawa lain.
            “Ne. Mwo?” Tanyanya singkat dengan nada bosan.
            “Ya! Kau bilang kau tak akan mundur, kan? Kau akan ikut seleksi nanti sore dengan keadaanmu yang setengah sembuh, kan?” Ledek lelaki yang menghubunginya.
            “Ne. Wae?” Sehun setengah geram berusaha menenangkan emosinya.
            “Apakah kau yakin, huh?”
            “Tentu saja.” Sahutnya. Namun suara geraman dari sebrang sana berganti dengan suara bising yang tak asing baginya. Matanya melotot dengan mulut menganga.
            “Sehun! Kau tak usah datang! Tak usah pedulikan aku! Aaahh! Andwae Sehun!”  Kata-katanya diakhiri pekikkan yang membuat Sehun merinding.
            “Ya! Lee Young Soo! Apa yang kau lakukan?!” Dengan merah padam Sehun mengangkat tubuhnya dari atas kursi.
            “Waeyo Sehunnie?” Tanya lelaki yang sedari tadi duduk di samping Sehun.
            “Kau ingin dia selamatkan?” Young Soo kembali mengatakan kata-kata pedasnya yang membuat Sehun benar-benar geram. “Sehunnie,” lelaki itu menggoyangkan lengan Sehun. Membuat Sehun memalingkan wajahnya dengan kasar. “Diamlah Luhan!” Ia menarik lengannya dengan kasar dari genggaman lelaki bertatapan lembut itu.
            “Baiklah, jika kau ingin dia selamat datanglah ke sini. Ke gudang di belakang rumah kosong saat aku memukulimu. Datanglah dengan segera jika tidak, kami akan memainkan gadis ini.” Lalu ia tertawa menutup teleponnya.
            “Mwo?! Gudang kosong itu? Ya!” Sehun memekik melihat handphonenya yang sudah terputus dari panggilan dengan nomor ponsel Lee Young Soo.
Pikirannya benar-benar gusar. Memikirkan hal-hal buruk yang akan terjadi pada Soo Jin. Ia mengacak-ngacak rambutnya sambil menggeram. Lalu ia membalikkan tubuhnya dengan ragu ke arah Luhan yang masih kebingungan. “Hyung, bisakah kau membantuku?” Sehun menatap penuh harap lelaki di hadapannya.
***
            Sehun melepaskan helm merah mengkilatnya. Dengan kegugupannya ia menghampiri pintu gudang kosong yang menjulang tinggi. Dengan perlahan ia mendorong pintu lalu melangkah menuju ruangan sambil menelan ludahnya. Hanya hitam pekat dengan cahaya darsi luar yang menembus dua jendela di atap gudang. Cahaya itu tepat jatuh di sebuah kursi usang dengan seseorang yang tengah duduk di atasnnya yang terkekang tambang. “Soo Jin-ah!” Pekik Sehun yang berniat berlari menghampiri kursi itu. Namun…
            BRUKKK
            Tubuhnya terjerembab tak dapat menahan hantaman keras dari batang kayu yang tertuju pada punggungnya. “Sehuuun-ah!” Pekikkan memilukan itu menjalar di telinga Sehun.
            “Soo Jin-ah,” ia mengangkat tubuhnya pelan ia masih mengerang kesakitan. Lalu suara tepukkan tangan bergema di ruangan. “Lelaki hebat.” Suara itu menampakkan tubuh sang pemilik suara.
            “Lee Young Soo!” Pekik Sehun geram menegakkan punggungnya dengan paksa.
            “Kau datang lebih cepat dari pada yang kubayangkan. Kukira kau akan membawa iringan polisi.” Ledeknya lalu terkekeh puas. Sehun mengepalkan kedua tangannya dengan kesal. “Brengsek.” Sehun menggertakkan giginya.
            “Tenanglah Sehun. Simpan kepalan tanganmu untuk nanti.”
            “Lepaskan dia!” Sehun menggeram keras dengan merah padam. “Wah, lelaki lunglai ini marah rupanya. Aku takut!” Cibirnya diikuti tawa kencangnya.
            “Ya!” Ia mendorong kepalan tangannya. Namun gerakkan kepalan tangannya yang kurang cepat mengharuskan kepalan tangannya tertahan oleh Young Soo yang selanjutnya menghantamkan lututnya ke perut Sehun. Hingga pekikkan nyaring Sehun terdengar kembali. Ia kembali terjerembab ke lantai gudang.
            “Sehuuun-ah!!!” Lengkingan dengan suara bergetar itu terdengar lagi. “Soo Jin-ah,” Sehun bangkit terantuk-antuk dengan tekad kuat.
            “A, apa yang harus kulakukan agar aku bisa menyelamatkannya?” Sehun bertanya berusaha menyembunyikan rasa ngilunya. Lalu tawa menyebalkan itu terdengar lagi dari lelaki di hadapannya. “Mudah saja. Kau bisa membawanya pulang dengan selamat asalkan kau menyetujui bahwa kau akan mundur sebagai pembalap untuk selamanya.” Lelaki di hadapannya menjelaskannya dengan nada menantang yang membuat Sehun tercekat.
            “Andwae Sehun! Dasar lelaki brengsek kau Lee Young Soo! Seharus menyingkirkan seseorang dengan kemampuanmu bukan dengan kepicikkanmu!” Soo Jin memekik dengan merah padam di sudut ruangan dengan tangan dan kaki yang terikat oleh tambang keras yang dililitkan di kursi.
            “Ya! Diam kau gadis cerewet!” Lengking Young Soo mendelik ke arah gadis di sudut ruangan.  “Soo Jin-ah, tenanglah.” Sehun berusaha menenangkan Soo Jin yang mulai melelehkan air matanya.
            “Baiklah, aku,” kata-kata Sehun terpotong oleh lengkingan keras Soo Jin. “Andwae! Jangan lakukan itu! Kau tak boleh kalah oleh lelaki picik di hadapanmu!”
            PLAAKK
            Young Soo menampar pipi Soo Jin menyisakan bekas merah di pipinya. Lalu segera menutup mulut Soo Jin dengan lakban hitam membuat Soo Jin meronta. Young Soo kembali menghampiri Sehun yang tengah merah padam geram dengan tindakkan lancangnya.
            “Ya! Brengsek kau! Bagaimana kalau kita bertanding terlebih dahulu?! Jika kau menang aku bersedia mundur untuk selamanya! Begitu juga jika aku memenangkan pertandingan ini kau harus mundur untuk selamanya dan melepaskan Soo Jin!” Sehun mendorong tubuh Young Soo dengan kasar menumpahkan amarahnya.
            “Hahaha! Memangnya kau bisa mengalahkanku dengan keadaan tubuhmu seperti itu? Huh?!” Cibir Young Soo diikuti tawa gelinya.
            “Lihat saja nanti!” Sehun membalikkan tubuhnya keluar gudang dengan berat hati meninggalkan Soo Jin yang harus menunggu. ‘Soo Jin-ah, aku akan menang.’ Gumamnya dalam hati menaikkan tubuhnya ke atas motornya dan lekas menggunakan helmnya.
***
            Sehun berusaha mempercepat laju motor balapnya. Berkali-kali ia melirik kaca spion motornya memastikkan rivalnya yang sedari tadi berusaha menyusulnya masih tertinggal jauh dibelakangnya. Ia bernaps lega tanpa melemahkan kecepatan motornya.
            Namun tak Sehun sangka sebuah motor dengan dua penumpang tiba-tiba datang merusak konsentrasi Sehun. Motor itu lalu mendekatkan tubuh motornya ke tubuh motor Sehun. Berusaha membuat motor Sehun oleng dan terjatuh.
‘Pasti suruhan Young Soo!’ Lengkingnya dalam hati mempercepat laju motornya saat motor yang dikendarai dua orang berhelm itu berhasil mendekatkan motor mereka dengan motor Sehun. Hingga motor Sehun oleng dan hampir terlempar. Namun Sehun berusaha menyeimbangkan motornya hingga ia dapat melaju lebih cepat meninggalkan kedua pengendara motor itu yang mengerang kesal tak dapat menghentikan Sehun.
Sehun menyeringai puas di balik helmnya membuat matanya menyipit. Namun tiba-tiba punggung Sehun terasa sakit kembali karena ia menyeimbangkan motornya tadi dengan tarikkan punggungnya ke atas dengan cukup kencang.
 Punggungnya yang kesakitan membuat Sehun mengerang hingga laju motornya melambat karena Sehun harus menahan sakitnya. Saat itulah Young Soo melewati posisinya.
“Sial!” Namun Sehun teringat saat Soo Jin harus tersiksa karenanya. Perihnya, perjuangannya, dan lengkingan kerasnya membuat Sehun menjadi lebih bertekad lagi. Tekadnya mengalahkan kepasrahannya atas tekanan yang telah diberikan Young Soo terhadapnya. Ia muak, ia ingin membuktikan pada Young Soo bahwa ia tak sepayah yang lelaki itu bayangkan. Dengan penuh emosi dan ambisi ia mempercepat laju motornya.
Kini dengan perasaan optimisnya ia menyalip Young Soo yang tadi telah terpaut jarak dengannya. Tanpa meliriknya sedikitpun Sehun berkonsentrasi lagi hingga bayangan gudang tua itu hinggap di hadapan matanya.
Kini dengan kecepatan tinggi ia telah sampai di halaman gedung tua itu dengan Young Soo yang berada jauh di belakangnya. Ia mematikan mesin motornya lalu melepaskan helmnya dan menatap seseorang berambut kecoklatan yang tak asing baginya. Ia lalu menyeringai ke arahnya. Dan segera menghampiri lelaki bertopi merah yang berdiri di samping lelaki tadi.
            “Seonsaengnim!” Pekik Sehun menurunkan tubuhnya segera menghampiri lelaki itu. “Bagus Sehun! Saya tahu anda adalah yang terbaik! Maka tentu anda akan kupilih menjadi perwakilan nanti. Lupakan Si Bajingan Young Soo. Saya sekarang sudah mengetahui cara busuknya untuk menyingkirkanmu.” Lelaki itu menepuk punggung Sehun sambil menyeringai. Lalu memeluk tubuh Sehun sekejap dengan bangga.
            Sehun segera menghampiri kakaknya. Ia memeluk kakaknya dengan erat saat Young Soo tiba. “Hyung! Gomawo!” Pekik Sehun sambil menyeringai.
            “Apakah dia benar-benar pelatihmu yang kau maksud untuk datang ke sini?” Ia menatap lelaki berpakaian merah yang tengah menegur Young Soo. “Ne! Gomawo! Tapi apakah kau tidak menyelamatkan seseorang di dalam sana?” Sehun melepaskan pelukannya sambil mengangkat sepasang alisnya. Luhan menggeleng, “memangnya ada siapa?”
            Sehun mengendus kesal segera berlari memasuki gedung. “Soo Jin-ah!” Sehun berlari menghampri Soo Jin yang masih terikat di atas bangku di sudut ruangan. Ia segera melepas ikatan kencang itu dan membuka lakban hitam di mulut Soo Jin.
            “Sehun-ah!” Pekik Soo Jin memeluk erat Sehun. “Kau berhasil?” Soo Jin melepaskan pelukannya menatap Sehun penuh harap. Sehun lalu menundukkan kepalanya dengan  ekspresi penuh penyesalan.
            “Ani, aku gagal.” Sehun menggeleng masih menundukkan kepalanya.
            “Mwo?! Geojinmal!” Soo Jin mengguncangkan tubuh Sehun. Namun Sehun hanya terdiam. Soo Jin merasakan tubuhnya terasa lunglai. Matanya tak dapat menahan lagi kaca-kaca air matanya. Lalu memukuli tubuh Sehun dengan bisikkan kecil yang bergetar. “Babo! Babo!
            Kini Sehun tak dapat menahan tawanya yang ia sudah tahan sedari tadi. “Mwo?!” Soo Jin mengusap paksa air mata sia-sianya. Ia lalu mengginjak kaki Sehun dengan kencang. “Aw!” Sehun memekik dengan sambil mengangkat kakinya.
            “Ya!” Sehun menatap Soo Jin yang tengah tersenyum dengan senyuman merekah. “Chukhahae.”  Soo Jin menyeringai dengan merona. Ia lalu menurunkan kakinya.
“Ne, ini semua juga karena dirimu.” Sehun menatap Soo Jin sambil menyeringai. “Gomawo, Baek Soo Jin.” Sehun menggenggam erat lengan gadis di hadapannya. Lalu mereka tertawa menuju pintu keluar gudang yang menjadi kenangan suram bagi mereka.

This love story is only for you to hear
A story about how I loved only one person
Keep it for yourself – this love that no one knows about, it’s me

-THE END-
Horay! Maaf typo dimana-mana. Semoga kalian bisa menikmati ceritanya yang sedikit berimajinasi tinggi soal mimpi Sehun. ^.^ Terimakasih bagi kalian yang sudah membaca FF-ku. Don’t be silent readers! ^.^                                                                   Kritik dan saran yang membangun sangat kutunggu.

GOMAWO CINGU!