IT’S ME
Author : REE ATF
Theme : Love, Friendship, Reach Dream
Cast :
Sehun EXO-K
Baek Soo Jin
Luhan EXO-M
Lenght :
One Shot
Annyeong!
Ini adalah FF keduaku! Inspirasinya aku dapetin saat aku denger lagu It’s Me
yang dinyanyiin sama Luna Ft. Sunny. Ada beberapa lirik versi B.Inggrinya yang
aku cantumin di cerita. Semoga kalian senang dengan ceritanya. ^.^
Happy
Reading! ^.^
I
love you, I love you, I love you
Even
if I say it a thousand times, it’s not enough
Gadis
yang ditemani headphone di kedua
telinganya itu tengah mengayuh pedal sepeda dengan bersemangat. Udara pagi yang
menyegarkan menambah suasana damai yang dicerminkan oleh tembusan-tembusan
cahaya matahari pagi yang menerobos
celah-celah dedaunan pohon di sepanjang jalan menuju sekolahnya.
Rambut sepunggungnya yang ia ikat
menjadi satu berwarna kecoklatan itu bergoyang-goyang mengikuti gerakan
tubuhnya. Rambutnya yang bergelombang ditemani poni yang menutupi keningnya
mencerminkan dirinya yang selalu bersemangat.
Dengan senyuman merekah matanya
berputar ke segala arah memandang pemandangan di jalanan. Terkadang ia menyapa
seseorang yang ia kenal. Ia sengaja mengayuh sepedanya dengan santai karena ia
ingin menikmati suasana pagi itu yang begitu hangat baginya.
“Mwo?
Waeyo?” Bisiknya saat melihat
seorang lelaki sebayanya menggunakan seragam yang sama dengannya berjalan terpincang-pincang. Tangan kanannya
menyentuh kaki kanannya yang tampak menyakitkan dan terlihat begitu lemah membuat
langkahnya timpang.
Dengan mulut yang masih menganga dan
mata yang memandang curiga ke lelaki di hadapannya ia mulai melambatkan laju
sepedanya sampai nyaris terhenti. Tanpa ia sangka sesaat ia telah melaju
sejajar dengan lelaki itu, lelaki itu menatapnya dengan tatapan dingin nan
tajam. Sudut bibirnya dibalut plester. Dan sudut matanya terlihat keunguan.
Tatapannya menjelaskan segalanya. Tatapan gusar yang mengharuskannya mengayuh
sepeda dengan kencang untuk meninggalkan
lelaki itu sendiri.
“Annyeong!”
Dengan gugup ia menyapa lelaki dihadapannya dengan tawa kecutnya
sesaat saat ia mengerling ke arah papan nama
yang tergantung di seragam lelaki itu. Hanya diberi jawaban sebuah tatapan
dingin yang membuatnya merasa kalap, ia segera mengayuh sepedanya meninggalkan
lelaki yang bertingkah aneh itu.
***
I miss you, I miss you
Each moment that I miss you, I miss you more
Sesampainya di ruang kelas ia masih
menyelipkan headphone merah mudanya
di antara kedua telinganya. Sambil bernyanyi-nyanyi ringan ia kembali mengingat
lelaki itu yang terlihat begitu gusar dan geram saat ia menatapnya. “Oh Sehun,
kelas berapa dia?” Bisiknya pelan mengalihkan pandangan ke luar jendela tepat
di sampingnya.
“Mwo?!”
Pekiknya geram dengan kening berkerut segera melepaskan headphonenya. Matanya masih tertuju pada sekelompok kakak kelas
yang berjumlah lima orang yang tengah mengelilingi seorang lelaki dengan postur
tubuh yang tak asing baginya. Semuanya terlihat begitu garang dan membentak
sambil mendorong tubuh lelaki itu. “Sehun?! Mengapa kau diam saja?!” Desisnya
merah padam dengan kedua tangan yang mengepal kemerahan.
Dengan geram ia mengangkat tubuhnya dan
segera berlari kecil menuju pintu ruang kelas. Tepat saat guru matematikanya
memasuki ruang kelas menatap dengan kebingungan langkah tak tahu malu siswinya
saat melewati dirinya seolah tak ada siapapun saat itu. “Baek Soo Jin! Kau mau
pergi kemana?!” Pekik wanita paruh baya itu dengan sepasang alis yang
terangkat. Namun seolah tak mendengarnya
Soo Jin segera berbelok menuruni tangga menuju lantai satu.
“Ya!”
Pekik Soo Jin sesampainya di luar gedung dengan geram mengangkat sedikit
wajahnya menatap tajam kakak kelas di hadapannya. Sehun hanya mengendus kesal memalingkan
wajahnya sembari mendelik ke arah Soo Jin yang tengah menatap tajam ke arah
kakak kelasnya sambil menyilangkan kedua tangannya.
“Mwo??”
Cibir kakak kelas itu menyilangkajn kedua tangannya sambil membungkukkan
punggungnya mendekatkan wajahnya ke wajah Soo Jin. Membuat Soo Jin menahan
napasnya sejenak lalu menelan ludahnya merasakan mata kakak kelasnya yang terasa
begitu dekat. Lalu kakak kelas di hadapannya mengangkat tubuhnya sembari terkekeh
puas bersama keempat temannya yang menatap dengan tatapan mencibir ke arah Soo Jin.
Soo Jin yang menggertakkan gigi-giginya
dengan kesal segera menendang keras kaki kakak kelas di hadapannya sambil
menggeram kecil. “Ya! Gadis kasar!”
Ia menyentuh kakinya dengan mata menyipit menahan sakit. “Pukul dia!” Ia
memekik.
Soo Jin membulatkan matanya dengan
mulut menganga. Salah tingkah dengan kebingungannya ia menatap Sehun yang tengah
menatapnya tajam. Sehun hanya menggeleng-geleng kecil lalu mendelik. ‘Aku
bermaksud menolongmu, bodoh!’ Jeritnya dalam hati menggigit bawah bibirnya mengalihkan
pandangan dari Sehun.
Namun saat ia berpaling salah satu
kakak kelas sudah sangat dekat dengannya. Ia menutupi kedua matanya dengan
telapak tangan kirinya. Lalu dengan telapak tangan kanannya yang ia kepalkan ia
menghantam keras pipi seseorang di hadapannya sambil berteriak lalu ia memberi celah kecil pada
jari-jari kirinya saat terdengar bunyi ‘brukk’ keras menghantam tanah.
Ia membuka matanya dengan seutuhnya.
Lalu menatap kakak kelas yang terkena hantaman kepalan tangannya yang tengah
terkapar di tanah dengan ketiga teman lain yang berusah menolongnya tak
mempedulikan keberadaan Soo Jin yang masih mematung. Tanpa banyak pikir ia
segera menghampiri Sehun dengansetengah berlari lalu menarik lengan Sehun
menuju gedung sekolah.
“Lepaskan!” Sehun memekik
menghempaskan tangannya dengan kasar sesampainya di beranda gedung. Hingga
hempasan kasar tangannya itu membuat langkah Soo Jin terhenti dan segera
menatap Sehun. “Ah, iya aku lupa. Aku terlalu cemas,” Soo Jin menggaruk-garuk
lehernya pelan menahan kegugupannya.
“Siapa kau? Apa urusanmu ikut campur
masalahku? Hah?!” Sentak Sehun ketus dengan merah padam. “Aku? Aku Baek Soo Jin
dari kelas 2-6! Senang berkenalan denganmu.” Soo Jin mengulurkan tangannya
sambil menyeringai. Namun ia segera menarik kembali lengannya menyadari suasana
buruk karena Sehun masih menajamkan tatapan ke arahnya.
“Aku tak bertanya soal itu karena
aku tak peduli! Yang kutanyakan apa hakmu mencampuri urusanku?! Aku tak
menyukai hal itu! Karena aku tak suka orang sok penyelamat sepertimu yang
mencampuri urusan orang lain tanpa mengerti apa masalahnya!” Sehun dengan
panjang lebar mengatakannya dengan ketus tanpa memberi jeda pada Soo Jin untuk
berinterupsi. Tatapannya yang bagai pedang itu membuat Soo Jin merasa terusik
dan menegang.
“A, aku kasihan padamu karena kau
hanya diam saat kau dibentak-bentak oleh mereka semua.” Soo Jin menundukkan
kepalanya dengan tangan bergetar.
“Aku tak suka dikasihani! Karena aku
bukan seorang pengemis! Dasar tukang ikut campur!” Bentaknya berang dengan
merah padam merasa tersinggung lalu mendelik ke arah Soo Jin dan segera
meninggalkannya dengan endusan napas yang kasar.
Soo Jin memberanikan diri untuk
mengangkat wajahnya menatap kepergian Sehun yang tengah menaiki tangga menuju
lantai dua dengan hentakkan kaki kasar namun masih dengan kaki kanan yang
terantuk-antuk.
***
It’s
me who only knows you
The
person who will only love you is me
It’s
because meeting you was like a miracle to me
“Sehun!” Panggilnya menghampiri Sehun
yang tengah duduk seorang diri. Tanpa seizin lelaki itu, Soo Jin menjatuhkan
tubuhnya di kursi yang berada di hadapan Sehun lalu meletakkan makan siangnya.
“Annyeong!” Soo Jin menyapanya riang
menatap Sehun yang tengah melahap makanannya.
Tawa Soo Jin berubah menjadi
sunggingan kebingungan saat ia menatap Sehun yang seolah tak mendengar apapun.
Ia tak mengerlingkan sedikitpun matanya untuk menatap kedatangan Soo Jin yang
datang begitu saja dengan sapaannya. “Sehun, apakah aku boleh duduk di sini?”
Soo Jin menatap kembali Sehun dengan tatapan harapnya. Namun seperti
sebelumnya, Sehun hanya terdiam seolah tak menyadari apapun.
“Ehem!” Soo Jin berdeham kecil
berusaha menarik perhatian lelaki di hadapannya yang masih belum mengerling ke
arahnya. Soo Jin mengerucutkan bibirnya. Lalu mendekatkan wajahnya menatap mata
Sehun yang tengah menunduk terfokus pada makanannya.
“Uhuk!” Sehun terbatuk kecil saat
menatap mata Soo Jin yang begitu dekat. “Aigoo!
Ini!” Soo Jin menyodorkan air mineral miliknya. Namun sodorannya tak Sehun
hiraukan. Sehun segera meraih air mineral di sampingnya lalu meminumnya.
Tanpa
basa-basi, ia menarik tubuhnya dari atas kursi membuat mata Soo Jin
mengikuti
pergerakkan tubuhnya. Hingga membuat kepalanya terangkat saat Sehun telah
mematung dengan tegak. “Kau mau kemana?” Soo Jin menatap Sehun yang tengah
memutar tutup botol air mineralnya. Lalu Sehun menatap tajam Soo Jin yang
kembali menatapnya dengan tatapan yang membuat Soo Jin merasa terusik.
“Mwo?
Mengapa kau selalu menatapku seperti itu?” Soo Jin mengernyitkan keningnya.
“Kau menghilangkan nafsu makanku.” Dengan delikkan mata sebagai penutup
kata-katanya ia segera meninggalkan Soo Jin yang masih menganga dengan hati
mencelos.
“Aku bermaksud menemanimu Sehun!”
Pekik Soo Jin mengangkat tubuhnya menatap punggung Sehun yang menjauh. Dengan
kecewa ia mendudukkan kembali tubuhnya di atas kursinya. “Ah, babo!” Ia memukuli kepalanya pelan.
***
My
heart is speaking, it’s saying that it’s only you
I
love you, I love you alone, that’s me
Beberapa
hari selanjutnya, Soo Jin masih memperhatikkan tingkah Sehun yang terlihat
selalu tak aman karena ancaman kakak-kakak kelasnya yang saat itu mengganggunya.
Soo Jin benar-benar ingin mengetahui masalah yang tengah menimpanya. Namun ia
harus bertanya pada siapa? Tak ada seorangpun yang terlihat selalu berada di
samping Sehun. Ia mengenduskan napasnya dengan kesal. Memandang kosong ke arah
papan tulis kelasnya.
Keributan kelasnya benar-benar
membuat kepala Soo Jin hampir pecah. Guru yang seharusnya datang ke kelasnya
tak datang ke kelas. Memberikan tugas sebagai bentuk tanggung jawabnya pun tidak.
Dengan hentakkan keras ia memukul meja dengan kedua telapak tangan sambil
menaikkan tubuhnya. “Kalian sangat berisik!” Pekiknya melangkah dengan merah
padam menuju pintu kelas saat semua teman kelasnya menatap ke arahnya.
Ia segera meninggalkan ruang
kelasnya. Namun selangkah ia melangkahkan kaki dari ruang kelasnya lalu menutup
pintunya, kegaduhan menjalar kembali di telinganya. Ia mengendus kesal menatap
tajam pintu kelasnya. “Kalian menyebalkan!”
Tanpa ia ketahui kemana tujuannya ia
melenggang di koridor sekolah dengan gontai. Hingga akhirnya ia tiba di majalah
dinding yang berada di ujung koridor. Ia membaca potongan koran yang menjadi
rubrik dari salah satu media cetak terkemuka di Korea.
“Pembalap dari SMU Seoul
dipertimbangkan menuju nasional.” Bisiknya pelan membaca rangakaian kata-kata
berwarna hitam bercetak besar. “Hmm,” gumamnya menatap foto yang berisi dua
orang pelajar yang memakai helm tengah menaiki motor balapnya.
“Aku baru tahu di sekolah ini ada
atlet nasional,” komentarnya dengan pandangannya yang teralihkan pada bayangan
tinggi yang hinggap di matanya. Tubuh itu nampak keluar dari pintu ruang kelas 2-3. Tubuh bercelana itu tengah
mengangkat belasan kamus besar yang nyaris melebihi tinggi badannya sehingga
menutupi wajahnya.
Soo Jin yang melihat pemandangan itu
segera menghampiri tubuh kesusahan itu. “Kau perlu bantuanku?” Soo Jin
menawarkan bantuannya sesampainya ia berada di hadapan lelaki itu. “Tidak
perlu,” suara dingin yang tak asing baginya kembali merayap di telinga Soo Jin.
“Sehun ssi!” Soo Jin mensejajarkan
tubuhnya dengan lelaki itu sembari mengintip wajah yang hanya terlihat
setengahnya. “Ah ternyata benar!” Gumam Soo Jin kegirangan menatap lelaki di
sampingnya. “Sini biar aku bantu. Beri aku sebagian buku di tanganmu.” Ia
menyeringai menjulurkan tangannya.
“Tak usah aku tak perlu bantuanmu.”
Sahutnya dingin dengan kata-kata yang menusuk kerongkongan Soo Jin. “Ah, tak
usah sungkan!” Soo Jin seolah mencairkan suasana dengan suara cerianya.
“Apa kau tak mengerti?! Aku tak
perlu bantuanmu!” Pekik Sehun memalingkan sedikit wajahnya sambil menghentikan
langkahnya. Memberikan sedikit waktu untuk dirinya sendiri untuk menatap Soo
Jin dengan tatapan seperti biasanya.
“B, baiklah. Tapi, apakah kau
yakin?” Dengan ragu Soo Jin kembali membuka mulutnya. Sambil menggaruk-garuk
lehernya yang tak terasa gatal.
“Ne!
Harus kukatakkan berapa kali?!” Sehun meninggalkan Soo Jin kembali ditutup
dengan delikkan matanya. “Ah, ne.”
Sahut Soo Jin tersenyum kecut segera membalikkan tubuhnya melangkahkan kaki
dengan berat hati tak diberi kesempatan untuk membantu Sehun. Ia memutar
matanya dengan langkah malas kembali menuju kelasnya. Namun tiba-tiba..
BRUUKK!
Suara yang menggambarkan jatuhnya
benda berat membuat Soo Jin mengurungkan niatnya untuk melangkah kembali menuju
kelasnya. Ia segera berlari menuju sumber suara dengan tergesa. Ia menuju
tangga di depan majalah dinding yang menghubungkan lantai dua dengan lantai
satu.
“Sehun ssi!” Pekik Soo Jin berlari
menghampiri tubuh yang terjerembab di antara belasan kamus tebal di atas anak
tangga. “Gwaenchana??” Soo Jin
berjongkok di samping Sehun. Ia segera memindahkan buku-buku tebal bersampul
biru bertuliskan Korean-English dari tubuh Sehun.
“Ah, ne.” Sehun mendudukkan tubuhnya di anak tangga dengan susah payah
sambil menyentuh pangkal paha kirinya. “Ah, apayo.”
Sehun mengerutkan keningnya sambil mengelus-ngelus pangkal paha kirinya. “Ah! Jinjja?! Lalu bagaimana dengan kaki
kananmu? Apakah sudah sembuh?!” Soo Jin memandang ke arah Sehun dengan mata
membulat.
“Ne,
kaki kananku sudah sembuh. Tapi pangkal kakiku sakit gara-gara hal ini.”
Sahutnya masih mengerang kecil dengan nada suara yang tak seperti biasanya.
“Kau ini keras kepala! Harusnya kau
menerima saja tawaranku tadi!” Gumam Soo
Jin sambil memunguti buku yang berserakkan yang berada di sekitarnya.
“Ah, ne. Mianhae,” ucap Sehun menundukkan kepalanya sekejap lalu kembali
mengangkat wajahnya. Soo Jin menatapnya dengan tatapan kalap dan mulut menganga.
“Ah tidak apa-apa, aku sudah biasa
tidak kau hiraukan!” Soo Jin tertawa sembari menepuk pundak Sehun pelan.
Sehun terdiam sejenak lalu kembali memandangnya
tajam dengan nada suara kembali seperti biasanya. “Maksudmu?” Soo Jin
menatapnya dengan mata bulat lalu menggeleng kencang. “A, ani.” Soo Jin lalu menumpuk beberapa buku di tangannya.
“Nah, kau bawa ini.” Soo Jin
menyodorkan lima buku ke tangan Sehun. “Aku sisanya.” Soo Jin segera bangkit
lalu memunguti buku lain yang berserakkan di tempat lain. Sehun menatapnya
dengan seksama dengan tatapan lain yang ia miliki. Lalu ia menggeleng kecil
dengan merona. “Apa yang kupikirkan?!” Ia memukul kepalanya pelan.
“Kajja,”
Soo Jin menyeringai segera menuruni tangga. “Pandanganmu tak akan terhalang
lagikan?” Soo Jin menyeringai ke arah Sehun. Lalu Sehun mengangguk. “Ayo, kita
harus mengembalikkan semua ini ke perpustakaankan?” Sehun kembali menganggukkan
kepalanya membenarkan pertanyaan Soo Jin.
Setelah turun dari tangga Sehun
meraih dua buku dari tangan Soo Jin. “Kau bawa empat buah buku saja.” Sehun
kembali mengalihkan pandangannya. Lalu dengan keraguannya ia membuka mulutnya.
“Gomawo, Baek Soo Jin dari kelas
2-6.” Gumamnya tanpa memberi sedikitpun tatapan ke arah gadis di sampingnya.
Lalu
Soo Jin menyeringai menampakkan rangkaian gigi-giginya. “Cheonmaneyo Oh Sehun dari kelas 2-3.” Soo Jin tertawa membuat Sehun
menyeringai kecil. Kini mereka melenggang santai sambil berbincang ringan
menuju perpustakaan.
***
I
draw out your face – will I see you in my dreams when I’m asleep?
If
I want you and want you and want you, will you know how I feel someday?
Soo Jin menghampiri pintu kaca kamarnya
yang menghubungkan kamar dengan balkon kamarnya. Ia memutar kenop pintu dan
merasakan angin pagi yang menusuk kulitnya namun sekaligus menyegarkan saat
pintu kamarnya telah terbuka. Ia lalu menggeliat kecil sambil menguap
menghasilkan bulir air mata di sudut matanya.
Ia memandangi jalanan Minggu pagi di
bawah balkonnya sambil bersender ke pagar penghalang yang mengkilat di
hadapannya. Matanya tiba-tiba menangkap seseorang yang tak asing baginya. Ia lalu
mengucek matanya kembali menatap tubuh yang berbalut sweater abu-abu dengan kantung yang menutupi kepalanya yang tengah
berlari santai menyusuri jalanan di depan rumahnya.
Senyuman terkembang di bibirnya. Ia
lalu membalikkan tubuhnya segera masuk ke dalam kamarnya. Ia segera meraih
jaketnya lalu menyisir rambutnya dengan cepat dan segera mengikatnya. Dengan
tergesa ia menggunakan sepatu olahraganya dan mengenakan jaketnya.
Dengan langkah penuh hentakkan
semangat ia menuruni tangga menuju lantai satu. “Segera sarapan Soo Jin!” Teraik ibunya dari dapur saat
melihat bayangan sekilas Soo Jin yang menuruni tangga.
“Nanti saja Eomma! Aku mau lari pagi dulu!” Balas Soo Jin segera menutup pintu
rumahnya berlari menuju sosok ber-sweater
abu-abu yang berada jauh di hadapannya. Dengan senyumannya dan langkah cepatnya
ia dengan tergesa mengejar lari lelaki yang kini sudah berada semakin dekat
dengan posisinya.
“Sehun ssi!” Sapanya dengan senyuman
menatap sosok dengan wajah yang tertutupi kupluk dari sweaternya. Ia mengernyit, dan kembali menyapanya dengan sedikit
nyaring. Namun belum ada tanggapan dari lelaki yang sedari tadi tak
menghiraukannya dengan terus berlari membuat Soo Jin merasa sesak mengejar
langkah lebarnya.
Dengan sedikit kesal ia mendorong
pundak Sehun sambil meneriakkan namanya lebih nyaring lagi. “Ah, mwo?!” Pekik lelaki itu terdengar kalap menghentikan
langkahnya sambil menarik kupluk yang sedari tadi menutupi wajahnya. Soo Jin
lalu juga menghentikan larinya sambil menghentak tanah dengan cukup keras.
“Ah, kau mengagetkanku saja, Soo Jin
ssi.” Tawa Sehun sambil melepaskan earphonenya.
Lalu menatap Soo Jin dengan tatapan yang berbeda dari biasanya.
“Jadi dari tadi kau mendengarkan
musik, ya?” Tanya Soo Jin muram menyilangkan kedua lengannya menatap Sehun yang
lebih tinggi darinya.
“Ah, ne. Mianhae, memangnya
kau memanggilku dari tadi?” Sehun beratanya masih dengan sunggingan yang
ditemani kedua lesung pipinya. Ia menggaruk-garuk belakang kepalannya pelan
walaupun tak terasa gatal sambil menaikkan sepasang alisnya.
“Hu-uh,” Soo Jin mengangguk
mengerucutkan bibirnya. “Oh iya, boleh aku ikut jogging bersamamu?” Soo Jin mengalihkan pembicaraan lalu mengganti
kerucut bibirnya dengan sunggingan ragunya.
Sehun terdiam sejenak mengalihkan
pandangannya. Lalu kembali memandang Soo Jin dan mengangguk mantap. “Kajja.” Sehun mulai berlari santai kembali
dengan isyarat tangannya yang mengisyarakat bahwa Soo Jin harus mengikutinya.
Mata Soo Jin membulat ditemani
sunggingan penuh semangatnya. “Oh yeah!” Ia melompat kecil kegirangan di
belakang tubuh Sehun. Ia segera mengikuti langkah Sehun yang kini telah
melepaskan tudung sweaternya yang
menghalangi wajahnyanya yang memiliki bibir tipis dan hidung bangir.
Sambil tersenyum-senyum kecil ia
menatap wajah Sehun beberapa kali. Hingga membuat Sehun merasa terusik menolehkan
matanya ke arah Soo Jin dengan tatapan tajamnya. “Waeyo?” Desisnya dengan suara tajam nan dingin.
Soo Jin menganga merasakan bulu
romanya menegak dengan seketika ketika Sehun melakukan kebiasaannya. “Ah, ani.” Ia tertawa kecut sambil
menggeleng-geleng meyakinkan Sehun. Membuat Sehun menatap Soo Jin dengan teliti
dari ujung kaki sampai kembali ke mata Soo Jin dengan delikkannya. “Gadis
aneh.” Ia mengendus dengan kesal mempercepat langkahnya.
Soo Jin yang merah padam menggertak
gigi-giginya. “Ya! Sehun-ah!” Ia
mempercepat larinya berusaha menyusul lari Sehun yang berada jauh di depannya.
***
It’s
me who only wants you – the person who will only protect you is me
It’s
me who is only looking at you by your side, a fool
Soo Jin tengah mengayuh sepeda
dengan lunglai. Terik matahari membuat keringat membasahi tubuhnya.
Berkali-kali ia mengusap keningnya yang dilalui peluhnya. “Ah, aku haus, lapar,
lelah, dan kepanasan. Omo!” Soo Jin
tiba-tiba memekik dengan paksa menghentikan
sepedanya dengan hentakkan keras saat melewati sudut kecil halaman sebuah rumah
kosong. Dengan tergesa-gesa ia menurunkan tubuhnya dari sepedanya.
“Ya!”
Pekik Soo Jin memekakkan telinga membuat lima orang lelaki yang mengerubungi
seseorang di antara mereka menjadi kalang kabut dan segera berlari seolah
menakuti sesuatu.
Namun betapa terpekiknya Soo
Jin saat melihat seseorang yang sedari
tadi dikerubungi oleh lima kakak kelas yang Soo Jin pernah temui. “Sehun-ah!”
Dengan pekikkan keras ia menghampiri Sehun yang terkapar lemah dengan bercak
darah di sudut bibirnya yang membuatnya berceceran di seragam putihnya.
Matanya memejam keras dengan mulut
yang mengerang kecil menahan sakit. Tangannya menyentuh perutnya. Seragam di bagian
lutut kakinya robek dengan kulit lutut yang terbuka dengan warna merah segar.
Pakaiannya kotor oleh noda tanah di jas dan celana seragamnya.
Soo Jin merasakan bibirnya mulai
bergetar hebat. Matanya pun mulai terasa terhalangi oleh genangan air mata yang
menghalangi pandangannya sehingga ia terpaksa mengedipkan matanya demi
menjelaskan pandangannya membuat genangan itu buyar menjadi bulir air mata.
“Sehun-ah, sadarlah. Kumohon,”
ucapnya bergetar menguncangkan tubuh Sehun yang begitu lemah. “Ada apa ini,”
bisik Soo Jin mengusap air matanya dengan paksa. Ia menguatkan tekadnya. Soo
Jin mengangkat tubuh lunglai milik lelaki yang terkapar di hadapannya. Dengan
langkah berat menopang tubuh Sehun yang ia rangkul, ia menghampiri sepedanya.
Langkah Sehun yang terantuk-antuk membuat
langkah Soo Jin menjadi lambat. Sehun tak mengatakan sepatah katapun. Ia hanya
terus mengerang kesakitan dengan tangan bergetar. “Sabarlah, sebentar lagi aku
akan mengobati lukamu.” Soo Jin menjatuhkan tubuh Sehun ke dudukkan kecil,
tempat untuk membonceng di sepedanya. Ia segera menaikkan tubuhnya dan mengayuh
sepeda sekuat dan secepat yang ia dapat lakukan.
Tiba-tiba baru saja ia beranjak dari
tempat tadi, Soo Jin merasakan senderan kepala di punggungnya dan genggaman
erat di jas seragamnya. “Sehun-ah, gwaenchana?”
Tanyanya sedikit bergetar merasakan tangan Sehun yang mencengkramnya. “Ne,” sahutnya pelan nyaris tak terdengar
olehnya.
***
Soo Jin memerat handuk kecil yang
berat dengan air hangat. Lalu ia menempelkannya pelan pada luka di lutut Sehun.
Ia melakukannya dengan hati-hati berusaha membuat Sehun tidak merasa kesakitan.
Seragam Sehun kini telah diganti
dengan pakaian milik kakak Soo Jin yang sedikit kebesaran di tubuh Sehun. Wajah
Sehun yang tadi dipenuhi oleh memar dan bercak merah kini berganti dengan
tempelan plester.
Sehun sedari tadi hanya menenangkan
dirinya dengan berbaring di ranjang milik Soo Jin. Memejamkan matanya berusaha
melupakan semua beban dan tekanan yang menimpanya nyaris setiap hari. Ia tengah
memikirkan satu-satunya jalan yang bisa ia lakukan demi melepaskan beban
menyakitkan yang menimpanya.
“Sehun-ah.” Gumam gadis di duduk di
atas kursi di samping ranjang yang menjadi tempatnya berbaring. Ia membuka
matanya lalu menoleh ke gadis di sampingnya.
“Waeyo?”
Sahutnya masih dengan suara lemahnya.
“Ini semua sudah beres.” Soo Jin
menyeringai menatap lutut Sehun yang sudah dibalut oleh perban. “Ah, gomawo. Jinjja gomawo.” Sehun mengangkat
punggungnya yang masih terasa perih oleh hantaman keras batang kayu.
“Ah, josimhae!” Soo Jin membantunya menegakkan punggungnya.
“Gwaenchanseumnida.”
Sehun menyeringai kecut menahan rasa sakit. “Kalau begitu, aku pulang dulu ya. Gomawo.” Sehun membungkukkan punggungnya
pelan lalu mengangkatnya kembali. Dan segera menurunkan kakinya membuat ranjang
yang ia naiki berderit.
“Andwae!
Lebih baik kau menginap dulu hingga kau pulih esok hari. Ne?”
“Piryoeopso.
Aku sudah baikkan sekarang.”
“Andwae!
Kau masih mengerang saat kau menaikkan punggungmu. Setidaknya kau tunggu dulu
setelah punggung dan kakimu bisa kau gerakkan lebih baik dari sekarang.” Soo
Jin menggeleng dengan kening berkerut memaksa Sehun untuk beristirahat terlebih
dahulu.
Berpikir sejenak sambil
menimbang-nimbang Sehun menaikkan kembali kakinya. “Oke, karena kau memaksaku.”
“Aha!
Joasseo!” Soo Jin mengangguk sambil menyeringai. Mereka lalu terdiam tanpa
dialog. Sehun hanya menatap kosong ke atas langit-langit masih dengan rasa
menyesakkan di dadanya memikirkan segala hal yang kini memaksanya untuk mengalah,
menghapuskan segala mimpi terbesarnya. Tenggorokkannya pun mulai mengerang
menahan tekanan.
“Sehun-ah, aku ingin bertanya.” Soo
Jin memecahkan kekosongan Sehun dengan nada seriusnya. Lalu Sehun menoleh,
“hm.” Sahutnya singkat mengizinkan Soo Jin untuk bertanya.
“Mengapa semua ini bisa menimpamu?
Apa urusanmu dengan lelaki yang bernama Lee Young Soo dan teman-temannya?”
Tanya Soo Jin menatap Sehun dengan serius. Membuat Sehun kembali bergeming menghembuskan
napasnya.
“Apakah aku harus menceritakannya
padamu?”
“Tentu aja, aku yang selalu
memergokimu yang terlibat masalah dengan mereka.”
Sehun hanya terdiam. Menimbang-nimbang
keputusannya. “Aku dengannya adalah saingan untuk mendapatkan satu jalan yang
kami inginkan. Satu jalan yang hanya untuk satu orang.” Membuka mulutnya dengan
sedikit ragu. “Maksudmu?” Soo Jin mengernyit.
“Aku dan dia adalah kandidat berat
untuk melaju ke pertandingan balap motor senasional. Pemerintah mengharuskan
hanya satu di antara aku dan dia yang bisa melaju ke sana sebagai perwakilan
provinsi kita.” Sehun menghembuskan napasnya dengan kesal.
“Lalu? Apa masalahnya dia harus
memukulimu?” Sehun mengendus kesal.
“Apakah kau tak bisa berpikir secara
logis sesuai dengan sikap lelaki brengsek itu?! Tentu saja dia ingin
menyingkirkanku!” Sehun dengan merah padam memandang tajam ke arah Soo Jin.
“Oh, iya. Jadi selama ini kau
diancam dan dipukuli agar kau mundur?”
“Ya, kurang lebih seperti itu. Tapi
untuk kali ini ia memukuliku habis-habisan agar aku tak dapat mengikuti seleksi
utama dua hari yang akan datang.”
“Mwo?!”
Pekik Soo Jin. Ia teringat kembali saat ia tengah membaca judul dari potongan
koran kecil yang ia baca di majalah dinding hari itu.
“Oh, jadi kau dan dia adalah pelajar
yang dimaksud koran di majalah dinding itu?”
“Kau membacanya?” Sehun mengerutkan
keningnya. Lalu Soo Jin menggeleng. “Ani,
aku hanya membaca judulnya saja.” Mereka terdiam lagi. Sehun hanya menundukkan
wajahnya dengan ekspresi wajah kosong.
“Jadi, apa keputusanmu? Kau akan
terus maju, kan?” Soo Jin memecahkan keheningan antara mereka. Membuat Sehun
mengangkat wajahnya.
“Aku tidak tahu. Aku lelah jika aku
harus terus seperti ini. Sepertinya aku akan membiarkannya melaju.” Dengan
berat hati Sehun mengatakan hal itu.
“Mwo?!
Andwae! Kau harus terus berjuang hingga mendapat kesempatan itu!” Soo Jin
mengerutkan keningnya memaksa Sehun.
Sehun hanya terdiam. Dalam hatinya
tentu saja ia ingin terus berjuang hingga ia mendapat kesempatan besar itu.
Namun pikirannya berkata lain, ia tak bisa terus terinjak-injak oleh tekanan
rivalnya itu.
“Kau tak bisa mundur Sehun, kau
harus menggapai mimpi terbesarmu itu!” Soo Jin kembali membuka mulutnya
mengemukakan pendapatnya. Membuat Sehun menoleh.
“Aku juga tak tahu apa yang harus
kulakukan. Tapi apakah kau tahu? Aku juga tak ingin terus terinjak-injak
seperti ini.”
“Mwo?!
Justru jika kau menyerahkan mimpimu cuma-cuma itulah yang namanya harga diri
yang terinjak-injak! Bukan rendah hati, tapi rendah diri jika kau melakukan
itu!”
“Mwo?!
Tahu apa kau ini?! Apakah menurutmu terus diperlakukan seperti ini tidak
membuatku lelah? Hah?!” Sehun mulai berang mendengar kata-kata Soo Jin.
“Jangan bilang aku tak tahu
masalahmu hingga aku tak berhak untuk ikut campur. Aku cukup paham bagaimana
perjuangan beratmu. Karena diperlakukan seperti ini oleh lelaki licik itu
adalah perjuanganmu mempertahankan dan menggapai mimpimu, Sehun. Perjuangan
selain kau berlatih keras.” Soo Jin melembutkan suaranya dan menurunkan intonasi
suaranya.
Sehun yang merasa terenyuh hanya
terdiam. Menatap Soo Jin dengan tatapan tak berdaya. “Tapi, apakah aku bisa
mengikuti seleksi itu dengan keadaan tubuhku yang seperti ini?” Sehun
menundukkan kepalanya.
“Tentu saja kau bisa. Dalam dua hari
ini kau akan pulih. Aku yakin, jadi kau bisa mengikuti seleksi itu.” Soo Jin
menyeringai sambil menatap Sehun. Tatapan yang membuat Se
hun mengangkat
wajahnya.
“Baiklah aku mengerti.” Sehun
menyeringai menatap Soo Jin yang juga menyeringai.
***
DRRTTT
Sehun meraih ponselnya yang bergetar
ditemani lagu rock sebagai pengiringnya. Ia membaca nama yang muncul di layar ponselnya.
“Lee Young Soo? Ada apa dia meneleponku?” Sehun menaikkan alisnya sambil
mengangkat teleponnya.
“Ya!
Si Lunglai Sehun! Kau di sana?” Suara cibiran itu diakhiri dengan kekehan kecil
diikuti tawa lain.
“Ne.
Mwo?” Tanyanya singkat dengan nada bosan.
“Ya!
Kau bilang kau tak akan mundur, kan? Kau akan ikut seleksi nanti sore dengan
keadaanmu yang setengah sembuh, kan?” Ledek lelaki yang menghubunginya.
“Ne.
Wae?” Sehun setengah geram berusaha menenangkan emosinya.
“Apakah kau yakin, huh?”
“Tentu saja.” Sahutnya. Namun suara
geraman dari sebrang sana berganti dengan suara bising yang tak asing baginya.
Matanya melotot dengan mulut menganga.
“Sehun! Kau tak usah datang! Tak
usah pedulikan aku! Aaahh! Andwae
Sehun!” Kata-katanya diakhiri pekikkan
yang membuat Sehun merinding.
“Ya!
Lee Young Soo! Apa yang kau lakukan?!” Dengan merah padam Sehun mengangkat
tubuhnya dari atas kursi.
“Waeyo
Sehunnie?” Tanya lelaki yang sedari tadi duduk di samping Sehun.
“Kau ingin dia selamatkan?” Young
Soo kembali mengatakan kata-kata pedasnya yang membuat Sehun benar-benar geram.
“Sehunnie,” lelaki itu menggoyangkan lengan Sehun. Membuat Sehun memalingkan
wajahnya dengan kasar. “Diamlah Luhan!” Ia menarik lengannya dengan kasar dari
genggaman lelaki bertatapan lembut itu.
“Baiklah, jika kau ingin dia selamat
datanglah ke sini. Ke gudang di belakang rumah kosong saat aku memukulimu.
Datanglah dengan segera jika tidak, kami akan memainkan gadis ini.” Lalu ia
tertawa menutup teleponnya.
“Mwo?!
Gudang kosong itu? Ya!” Sehun memekik
melihat handphonenya yang sudah terputus dari panggilan dengan nomor ponsel Lee
Young Soo.
Pikirannya
benar-benar gusar. Memikirkan hal-hal buruk yang akan terjadi pada Soo Jin. Ia
mengacak-ngacak rambutnya sambil menggeram. Lalu ia membalikkan tubuhnya dengan
ragu ke arah Luhan yang masih kebingungan. “Hyung, bisakah kau membantuku?”
Sehun menatap penuh harap lelaki di hadapannya.
***
Sehun melepaskan helm merah
mengkilatnya. Dengan kegugupannya ia menghampiri pintu gudang kosong yang
menjulang tinggi. Dengan perlahan ia mendorong pintu lalu melangkah menuju
ruangan sambil menelan ludahnya. Hanya hitam pekat dengan cahaya darsi luar
yang menembus dua jendela di atap gudang. Cahaya itu tepat jatuh di sebuah
kursi usang dengan seseorang yang tengah duduk di atasnnya yang terkekang
tambang. “Soo Jin-ah!” Pekik Sehun yang berniat berlari menghampiri kursi itu.
Namun…
BRUKKK
Tubuhnya terjerembab tak dapat
menahan hantaman keras dari batang kayu yang tertuju pada punggungnya.
“Sehuuun-ah!” Pekikkan memilukan itu menjalar di telinga Sehun.
“Soo Jin-ah,” ia mengangkat tubuhnya
pelan ia masih mengerang kesakitan. Lalu suara tepukkan tangan bergema di
ruangan. “Lelaki hebat.” Suara itu menampakkan tubuh sang pemilik suara.
“Lee Young Soo!” Pekik Sehun geram
menegakkan punggungnya dengan paksa.
“Kau datang lebih cepat dari pada
yang kubayangkan. Kukira kau akan membawa iringan polisi.” Ledeknya lalu
terkekeh puas. Sehun mengepalkan kedua tangannya dengan kesal. “Brengsek.”
Sehun menggertakkan giginya.
“Tenanglah Sehun. Simpan kepalan
tanganmu untuk nanti.”
“Lepaskan dia!” Sehun menggeram
keras dengan merah padam. “Wah, lelaki lunglai ini marah rupanya. Aku takut!”
Cibirnya diikuti tawa kencangnya.
“Ya!”
Ia mendorong kepalan tangannya. Namun gerakkan kepalan tangannya yang kurang
cepat mengharuskan kepalan tangannya tertahan oleh Young Soo yang selanjutnya
menghantamkan lututnya ke perut Sehun. Hingga pekikkan nyaring Sehun terdengar
kembali. Ia kembali terjerembab ke lantai gudang.
“Sehuuun-ah!!!” Lengkingan dengan
suara bergetar itu terdengar lagi. “Soo Jin-ah,” Sehun bangkit terantuk-antuk dengan
tekad kuat.
“A, apa yang harus kulakukan agar
aku bisa menyelamatkannya?” Sehun bertanya berusaha menyembunyikan rasa
ngilunya. Lalu tawa menyebalkan itu terdengar lagi dari lelaki di hadapannya.
“Mudah saja. Kau bisa membawanya pulang dengan selamat asalkan kau menyetujui bahwa
kau akan mundur sebagai pembalap untuk selamanya.” Lelaki di hadapannya
menjelaskannya dengan nada menantang yang membuat Sehun tercekat.
“Andwae
Sehun! Dasar lelaki brengsek kau Lee Young Soo! Seharus menyingkirkan seseorang
dengan kemampuanmu bukan dengan kepicikkanmu!” Soo Jin memekik dengan merah
padam di sudut ruangan dengan tangan dan kaki yang terikat oleh tambang keras
yang dililitkan di kursi.
“Ya! Diam kau gadis cerewet!”
Lengking Young Soo mendelik ke arah gadis di sudut ruangan. “Soo Jin-ah, tenanglah.” Sehun berusaha
menenangkan Soo Jin yang mulai melelehkan air matanya.
“Baiklah, aku,” kata-kata Sehun
terpotong oleh lengkingan keras Soo Jin. “Andwae!
Jangan lakukan itu! Kau tak boleh kalah oleh lelaki picik di hadapanmu!”
PLAAKK
Young Soo menampar pipi Soo Jin
menyisakan bekas merah di pipinya. Lalu segera menutup mulut Soo Jin dengan
lakban hitam membuat Soo Jin meronta. Young Soo kembali menghampiri Sehun yang
tengah merah padam geram dengan tindakkan lancangnya.
“Ya!
Brengsek kau! Bagaimana kalau kita bertanding terlebih dahulu?! Jika kau menang
aku bersedia mundur untuk selamanya! Begitu juga jika aku memenangkan
pertandingan ini kau harus mundur untuk selamanya dan melepaskan Soo Jin!”
Sehun mendorong tubuh Young Soo dengan kasar menumpahkan amarahnya.
“Hahaha! Memangnya kau bisa
mengalahkanku dengan keadaan tubuhmu seperti itu? Huh?!” Cibir Young Soo
diikuti tawa gelinya.
“Lihat saja nanti!” Sehun
membalikkan tubuhnya keluar gudang dengan berat hati meninggalkan Soo Jin yang
harus menunggu. ‘Soo Jin-ah, aku akan menang.’ Gumamnya dalam hati menaikkan
tubuhnya ke atas motornya dan lekas menggunakan helmnya.
***
Sehun berusaha mempercepat laju
motor balapnya. Berkali-kali ia melirik kaca spion motornya memastikkan
rivalnya yang sedari tadi berusaha menyusulnya masih tertinggal jauh
dibelakangnya. Ia bernaps lega tanpa melemahkan kecepatan motornya.
Namun tak Sehun sangka sebuah motor
dengan dua penumpang tiba-tiba datang merusak konsentrasi Sehun. Motor itu lalu
mendekatkan tubuh motornya ke tubuh motor Sehun. Berusaha membuat motor Sehun
oleng dan terjatuh.
‘Pasti
suruhan Young Soo!’ Lengkingnya dalam hati mempercepat laju motornya saat motor
yang dikendarai dua orang berhelm itu berhasil mendekatkan motor mereka dengan
motor Sehun. Hingga motor Sehun oleng dan hampir terlempar. Namun Sehun
berusaha menyeimbangkan motornya hingga ia dapat melaju lebih cepat meninggalkan
kedua pengendara motor itu yang mengerang kesal tak dapat menghentikan Sehun.
Sehun
menyeringai puas di balik helmnya membuat matanya menyipit. Namun tiba-tiba
punggung Sehun terasa sakit kembali karena ia menyeimbangkan motornya tadi
dengan tarikkan punggungnya ke atas dengan cukup kencang.
Punggungnya yang kesakitan membuat Sehun
mengerang hingga laju motornya melambat karena Sehun harus menahan sakitnya.
Saat itulah Young Soo melewati posisinya.
“Sial!”
Namun Sehun teringat saat Soo Jin harus tersiksa karenanya. Perihnya,
perjuangannya, dan lengkingan kerasnya membuat Sehun menjadi lebih bertekad
lagi. Tekadnya mengalahkan kepasrahannya atas tekanan yang telah diberikan
Young Soo terhadapnya. Ia muak, ia ingin membuktikan pada Young Soo bahwa ia
tak sepayah yang lelaki itu bayangkan. Dengan penuh emosi dan ambisi ia
mempercepat laju motornya.
Kini
dengan perasaan optimisnya ia menyalip Young Soo yang tadi telah terpaut jarak
dengannya. Tanpa meliriknya sedikitpun Sehun berkonsentrasi lagi hingga
bayangan gudang tua itu hinggap di hadapan matanya.
Kini
dengan kecepatan tinggi ia telah sampai di halaman gedung tua itu dengan Young
Soo yang berada jauh di belakangnya. Ia mematikan mesin motornya lalu
melepaskan helmnya dan menatap seseorang berambut kecoklatan yang tak asing
baginya. Ia lalu menyeringai ke arahnya. Dan segera menghampiri lelaki bertopi
merah yang berdiri di samping lelaki tadi.
“Seonsaengnim!”
Pekik Sehun menurunkan tubuhnya segera menghampiri lelaki itu. “Bagus Sehun!
Saya tahu anda adalah yang terbaik! Maka tentu anda akan kupilih menjadi
perwakilan nanti. Lupakan Si Bajingan Young Soo. Saya sekarang sudah mengetahui
cara busuknya untuk menyingkirkanmu.” Lelaki itu menepuk punggung Sehun sambil
menyeringai. Lalu memeluk tubuh Sehun sekejap dengan bangga.
Sehun segera menghampiri kakaknya.
Ia memeluk kakaknya dengan erat saat Young Soo tiba. “Hyung! Gomawo!” Pekik Sehun sambil menyeringai.
“Apakah dia benar-benar pelatihmu
yang kau maksud untuk datang ke sini?” Ia menatap lelaki berpakaian merah yang
tengah menegur Young Soo. “Ne! Gomawo! Tapi apakah kau tidak menyelamatkan
seseorang di dalam sana?” Sehun melepaskan pelukannya sambil mengangkat
sepasang alisnya. Luhan menggeleng, “memangnya ada siapa?”
Sehun mengendus kesal segera berlari
memasuki gedung. “Soo Jin-ah!” Sehun berlari menghampri Soo Jin yang masih
terikat di atas bangku di sudut ruangan. Ia segera melepas ikatan kencang itu
dan membuka lakban hitam di mulut Soo Jin.
“Sehun-ah!” Pekik Soo Jin memeluk
erat Sehun. “Kau berhasil?” Soo Jin melepaskan pelukannya menatap Sehun penuh
harap. Sehun lalu menundukkan kepalanya dengan ekspresi penuh penyesalan.
“Ani,
aku gagal.” Sehun menggeleng masih menundukkan kepalanya.
“Mwo?!
Geojinmal!” Soo Jin mengguncangkan tubuh Sehun. Namun Sehun hanya terdiam.
Soo Jin merasakan tubuhnya terasa lunglai. Matanya tak dapat menahan lagi
kaca-kaca air matanya. Lalu memukuli tubuh Sehun dengan bisikkan kecil yang
bergetar. “Babo! Babo!”
Kini Sehun tak dapat menahan tawanya
yang ia sudah tahan sedari tadi. “Mwo?!”
Soo Jin mengusap paksa air mata sia-sianya. Ia lalu mengginjak kaki Sehun
dengan kencang. “Aw!” Sehun memekik dengan sambil mengangkat kakinya.
“Ya!”
Sehun menatap Soo Jin yang tengah tersenyum dengan senyuman merekah. “Chukhahae.” Soo Jin menyeringai dengan merona. Ia lalu
menurunkan kakinya.
“Ne,
ini semua juga karena dirimu.” Sehun menatap Soo Jin sambil menyeringai. “Gomawo, Baek Soo Jin.” Sehun menggenggam
erat lengan gadis di hadapannya. Lalu mereka tertawa menuju pintu keluar gudang
yang menjadi kenangan suram bagi mereka.
This
love story is only for you to hear
A
story about how I loved only one person
Keep
it for yourself – this love that no one knows about, it’s me
-THE
END-
Horay! Maaf typo
dimana-mana. Semoga kalian bisa menikmati ceritanya yang sedikit berimajinasi
tinggi soal mimpi Sehun. ^.^ Terimakasih bagi kalian yang sudah membaca FF-ku.
Don’t be silent readers! ^.^ Kritik
dan saran yang membangun sangat kutunggu.
GOMAWO CINGU!